Homeschooling, Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

[REGULER] AHA! WORKSHOP KURIKULUM USIA DINI & KULGRAM MEMULAI HOMESCHOOLING

Dalam pelatihan ini, meski belajar dari rumah, tapi peserta tetap dapat hard copy setelah workshop dan soft copy untuk pegangan diskusi. Apa saja ya?
🏡 Modul memulai homeschooling sebagai orang tua Muslim berbentuk buku ‘HS Semudah Mencintai’
🏡 Template workshop kurikulum dan contohnya
🏡 Papan permainan, jadwal, juz amma chart, dan reward chart
🏡 Ebook resume materi workshop, kulgram, dan hasil diskusi sebagai bahan bermain 2 tahun.

Melalui diskusi intensif dengan narsum selama 4 hari dan fasilitator serta anggota lain selama seminggu penuh, Ibu akan belajar tentang:
✅ Cara memulai pendidikan rumah keluarga muslim
✅ Praktek membuat kurikulum pendidikan rumah anak muslim usia dini
✅ Menyusun kegiatan yang sesuai gaya belajar
✅ Pengetahuan memeriksa tumbuh kembang anak dan menyiapkannya menyongsong usia pendidikan dasar
✅ Cara membelajarkan literasi dan adab sesuai usianya
❤️Dan bagi yang selesai tugas, akan mendapat gratis 4 ebook tumbuh kembang serta printable belajar.
.
.
💻📲Kelas dilakukan melalui Google Classroom dan diskusi kelompok melalui Telegram. 🕒 Jangan sampai tertinggal lagiii! Ikuti terus media sosial Klastulistiwa untuk info terkini

.
✅ Alumni Workshop angkatan sebelumnya bebas ikut lagi
.

*Persyaratan Teknis*
✅WAJIB bisa mengakses Telegram dan Google Form (bisa melalui browser)
✅ HP berkamera (untuk penyerahan tugas)

Contoh Proses dan Hasil Evaluasi Hasil Kurikulum Anak Usia Dini?

 

 

Info lebih lanjut, ikuti media sosial @klastulistiwa:

Homeschooling, Homeschooling Communities, Landasan Homeschooling Islam, My Reflection

Homeschooling Jakarta Mendadak Jogja dan Sepatu Sandal Pilihan

Teringat tahun pertama kami memulai proses homeschooling, kami sekeluarga mendapat undangan diklat pendidikan Islam selama 2 bulan penuh di Jogja. Tantangannya adalah, kami hanya punya waktu beberapa hari untuk bersiap-siap, dari mulai pesan tiket pesawat di akhir bulan (wkwkwk tau kan maksudnya?) hingga memastikan keluarga ‘homeschooling Jakarta’ ini bisa hidup bahagia sejahtera sentosa di Jogja.

Mendadak Jogja dan Sepatu Sobek

Sumber: osaba/freepik.com

Singkat kata, kami sampai di Jogja dengan banyaaak kemudahan dari Allah meski banyak barang penting yang tertinggal. Nah, sebulan pertama lumayan berpeluh. Kami berlima – saya, suami, dan 3 anak yang salah satunya masih bayi – harus menempuh beberapa moda transportasi plus jalan kaki dari tempat diklat ke tempat menginap.

Awal-awalnya seru, terutama bagi anak-anak (yaeyaalaah.. jalan-jalan gituh). Well, setidaknya sampai SEPATU SAYA SOBEK di tengah perjalanan sedangkan perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki. Huuuuhuuhuuu…. saya benar-benar lupa membawa sepatu sandal andalan. -_____-”

Sambil berjuang biar sepatu itu tetap menempel, kami pun keluar masuk toko sepatu yang kami temui sepanjang perjalanan. Harapannya sih dapat sepatu sandal wanita yang sesuai dengan ekspektasi saya. Tapiiii, dengan nomor kaki saya yang lumayan besar (untuk perempuan) dan checklist yang banyak dalam hal sepatu sandal andalan , pilihan pun semakin sedikit.

Sepatu Sandal Wanita Pilihan Emak Homeschooler

Sepatu sandal yang sehat itu penting buat keluarga homeschooler (apalagi travelschooler). Kenapa? Ya, karena pembelajaran kan harus jalan terus. Ituuu sebabnya memilih sepatu sandal wanita pun ga boleh sembarangan, apalagi buat sang Emak yang ga boleh istirahat setelah mendarat di rumah. Jadiiiii….

Ini Dia Tips  Memilih Sepatu Sandal Wanita

Sumber: topntp26/freepik.com

NO#1 NYAMAN

Jelaaas sepasang sandal dengan hak tinggi seksi dan bertali akan benar-benar dicoret dari daftar belanja. Tujuan memilih yang pertama memastikan kaki tetap sehat dan emak dapat menikmati waktunya. Karena itu, jika masih sakit setelah memakainya beberapa kali, maka sepatu sandal tersebut bukan pilihan yang tepat.

Salah satu elemen terpenting dalam memilih sepatu yang nyaman adalah kecocoka . Jika kaki seorang emak harus berjuang untuk tetap berada dalam ‘sepatu yang salah’, ototnya akan menjadi tegang dan emak mungkin akan menderita iritasi pada telapak dan pergelangan kakinya. Sandal yang terlalu ketat bisa menyebabkan lecet di antara jari-jari kaki atau bagian atas kaki. Hiks.. horor kaaan?

NO#2 PILIH YANG SEDIKIT LEBIH BESAR

Untuk sandal, sangat penting untuk memberi ekstra ruangan. Telapak kaki harus sedikit lebih kecil dari telapak sandal. Hal ini mencegah sisi kaki dari ‘tumpah’ ke sisi sepatu dan jari-jari kaki ‘mengacung’ di bagian depan hahaha. Hal ini tidak hanya merusak estetika, tapi membuat kaki iritasi dan cedera.

NO#3 PILIH BAHAN BERKUALITAS TINGGI

Adalah fitrah emak-emak menyukai diskon, tapi JANGAN pernah kompromi dengan kualitas. Bahan yang tipis dapat memperburuk iritasi kulit dan menyebabkan sandal rusak hanya dalam beberapa kali penggunaan. Jangan memilih bahan yang cenderung menyerap dan menahan air karena bisa menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri pada sepatu dan masalah kulit yang serius. Kulit berkualitas tinggi, karet tahan bakteri, dan serat alami adalah pilihan ideal untuk sepatu sandal wanita yang sehat dan tahan lama untuk emak homeschooler.

NO#4. PERHATIKAN BENTUK TUBUH DAN KAKI

Aturan penting yang harus diingat adalah tidak semua gaya cocok untuk semua orang. Sama seperti pakaian, kita harus memilih sandal yang menonjolkan bentuk kaki dan tipe tubuh. Buat emak-emak yang hobi menemani homeschooler kesana-kemari, coba pilih gaya sandal yang anggun dan cocok dalam acara santai hingga resmi.

NO#5 DAYA CENGKRAM

Pilih sandal dengan sol tebal untuk mendapatkan daya cengkram yang lebih baik saat berjalan. Sol berlapis – yang biasanya mengandung busa, kain yang ‘bernapas’, dan poliester – bisa meningkatkan penyerapan, daya tahan, dan kenyamanan akan benturan. Sesuaikan sepatu sandal yang kita  dengan tingkat medan yang dihadapi . Semakin keras medan yang kita lalui, suka hiking misalnya, semakin meningkat daya cengkram sol yang kita perlukan.


Nah, begitulah curhat emak homeschooling Jakarta yang mendadak Jogja ini. Semoga bermanfaat yaaa.

 

LANDASAN HOMESCHOOLING ISLAMI
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

[LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

Bukankah sering kita lihat fenomena hari ini dimana anak-anak melecehkan gurunya, menyalahkan guru karena merasa ‘lebih hebat’ dari mereka. Baper ketika diingatkan. Alih-alih berusaha mencari cara memahami untuk mengambil ilmu, malah menyalahkan ketidak mampuan guru mentransfer ilmu. Lalu, untuk apa manusia diberikan akal untuk beradaptasi? Sungguh, ini bukanlah perkara akhlak yang baik. Ketika mengajar selama 13 tahun dulu, saya temukan baaanyaaak sekali kejadian ini. Beberapa rekan mengeluh soal ‘adab’ anak-anak didiknya. Eh, anak-anak itu malah curhat sama saya: sorry guys, wrong pick. Memang benar bahwa guru perlu menguasai ilmu mendidik. But hey, it’s not your part to remind them! 

Itu baru guru lho. Belum lagi fenomena sosial dimana banyak orang yang memilih bicara.. iya bicara.. bahkan mendebat orang yang lebih berilmu. Lihat saja beranda facebook dan komen-komennya. Ada juga yang lalu mendelik atau tidak terima jika diingatkan, meski itu orang yang lebih tua atau bahkan orang tua sendiri. Acuh tak acuh dengan gadgetnya ketika diajak bicara. My oh my….

LANDASAN HS#7 : MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

Mierza Ummu Abdillah

Mari kita simak Qur’an surat Luqman ayat 18 yang artinya

 “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Al-Qurthubi menyebutkan makna dari surat Luqman ayat 18 di atas yaitu, “Janganlah kamu palingkan mukamu dari orang-orang karena sombong terhadap mereka, merasa besar diri, dan meremehkan.”

Iya, itu semua adalah pekerjaan rumah saya juga sebagai orang tua. PR untuk menumbuhkan sikap anak untuk menjadi simpatik, memiliki rasa hormat, menyayangi dan tidak bersikap pongah terhadap yang lebih muda apalagi yang lebih tua/ berilmu, tidak menyela pembicaraan, mendengarkan dengan seksama, dan mengikuti akhlah Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam.

Untuk mengerjakan PR ini, saya akhirnya memutuskan untuk mempelajari ulang cara kami berkomunikasi. Lalu, dalam usaha kami memperbaiki diri, kami mencoba mendidik anak-anak menjadi pembicara yang efektif dan tawadhu. Belajar bersama mencontoh Rasulullah dan beberapa sahabat yang menjadi komunikator hebat pada jamannya.

INILAH RENCANA KAMI DALAM MENDIDIK ANAK BERKOMUNIKASI

  1. Berusaha keras mencontohkan kepada anak. Yes, action speaks louder than words. Saya bukan orang yang mudah bersosialisasi dan sungguh, ini lebih mudah ditulis daripada dilaksanakan. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha dan Allah menghendaki bukan?
  2. Hilangkan praduga “Saya kan sifatnya gak gitu. Saya orangnya udah begini, gak mungkin bisa berubah.” Reaaaallyyy? Bisa kok, insya Allah. Ingat Umar bin Khattab, kan? Betapa banyak perubahan sikapnya yang dahulu keras hingga lembut dan bijak semenjak masuk Islam. So, why not?
  3. Bantu anak-anak dengan melakukan roleplay. Kita bisa menggunakan alat peraga seperti boneka atau benar-benar bermain peran.
  4. Berdiskusi dan membekali anak sebelum bertemu dengan lawan bicara. Eh, ini beneran lho. Pengalaman saya sebagai orang yang lidahnya tetiba kaku ketika harus berbicara 4 mata, saya paham benar fungsinya berlatih sebelum benar-benar bertemu manusia. Untuk berbicara di depan umum pun sama.
  5. Melakukan evaluasi seusai pertemuan. Diskusikan kira-kira apa yang bisa diperbaiki.
  6. Moderasi penggunaan gadget (ini bagi orang tua juga lho ya.. hehe.. lumayan menantang juga kan?) Mari simpan gadget ketika anak berbicara dengan kita, atau… minta waktu dan segera fokus melihat wajahnya ketika berbicara.
  7. Pertimbangkan ulang waktu penggunaan gadget, terutama jika berada diantara orang tua dan saudara. Gadget boleh keluar dalam jangka waktu yang sebentar dan hanya diperbolehkan ketika tidak terjadi diskusi yang melibatkan mereka.
  8. Latih anak-anak menjadi asertif, salah satunya dengan menggunakan ‘I-message’
  9. Memilih waktu yang tepat untuk diam, bertanya, menjawab, atau menanggapi.
  10. Memilih kalimat yang berterima saat berkomunikasi. Contohnya, mengurangi atau menghilangkan kata “Iya, saya sudah/ baca/ dengar itu.” Ajari anak (dan kita sendiri) untuk menanggapi dengan ilmu yang baru atau diam dan cukup menanggapi dengan kata ‘masya Allah’ atau ‘barakallahu fiik’. Karena pada dasarnya pendengar tidak perlu tahu kalau ‘kita tahu’ kan? Ngerinya jika kita/ anak dianggap pongah dengan mengucapkan itu.

Tentunya, bagian paling menantang dari mengajarkan semua skill komunikasi adalaaaaah: semua ini sebaiknya dimulai dari orang tua dulu. #tariknapaspanjang Fiuuuh.. banyak juga euy peernya. Semangats! Semoga kita dimudahkan dalam mendidik anak-anak menjadi manusia dengan sikap dan tutur kata seperti Rasululullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang berakhlak Al Qur’an.


Alhamdulillah, lengkap sudah ulasan mengenai landasan pendidikan sekolah rumah ini. Untuk yang terlewat silahkan klik tautan di bawah ini.

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

memilih homeschooling
Homeschooling, Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

Maka Jelaslah Mengapa (Kami) Memilih Homeschooling

 [Catatan: Resume ini diambil dari potongan tanya-jawab kajian yang, masya Allah, seakan menjelaskan kenapa memilih Homeschooling. Video Youtube (credit to Bali Mengaji) bisa dilihat di bawah posting ini. Namun, klastulistiwa.com telah mengunduh untuk memudahkan jika ada yang ingin menyimpan. Sila klik tautan ini untuk mengarahan ke Google Drive]


Wanita Tiang Penyangga Umat

Ustadz Riyadh bin Badr Bajrey

 

Demi Allah, Allah subhanahu wata’ala jadikan kalian TIANG PENYANGGA UMAT. Terbayang apa yang terjadi dengan bangunan umat ketika tiangnya pergi?

Apa yang terjadi? ROBOH!

Wanita dengan tugas-tugasnya yang ada dalam syariat adalah tiang penyangga. Yaitu apa? Melayani suami, mendidik anak. Mendidik anak yang benar.

Ini yang akan menguntungkannya di akherat, demi Allah. Bukan karirnya di luar rumah, bukan berapa rupiah penghasilannya. ‘La!’ Itu malah melalaikan wanita. Membuat dia melakukan banyak pelanggaran: berikhtilat dengan yang bukan mahram di kantor. Sampai rumah udah capek. Yang ada, akhirnya kewajiban inti melayani suami dan mengasuh anak jadi hanya tinggal sisa tenaga.

,

Wanita Jihadnya Adalah Kembali Ke Tugasnya

Sebagai  apa? Sebagai seorang wanita yang, demi Allah, tidak ada mahluk lain yang sanggup untuk menanggung tugas itu kecuali wanita. Enggak ada. Mau Hercules? Mau Samson yang kuat? Coba suruh bawa drum sembilan bulan kemana-mana dibawa. Kagak kuat dia.

Wanita, justru yang lemah lembut, punya kekuatan itu. Kelembutan dan rahmatnya ini adalah senjatanya. Jihadnya wanita: mendidik anaknya di rumah. Kalau bisa jangan disekolahkan. Istri ini pendidikannya tinggi. Kenapa anak-anak kita diserahkan?

.

Kalau mau ajari anaknya di rumah. HOMESCHOOLING!

Dari dulu umat Islam: Anas Ibnu Malik, siapa yang didik? Ummu Sulaym. Imam Syafii, siapa yang ngarahin? Emaknya. Sufyan ats Tsauri?

mengapa memilih homeshooling
Sumber: fb.me/geraiuma

Bacalah buku tulisan akhuna Sufyan Baswedan, judulnya “Ibunda Para Ulama”. Buku ini akan memperbaiki mindset kita tentang bagaimana menempatkan wanita. Maka itulah jihad wanita yang inti. Yaitu apa? Berjuang melakukan tugasnya. Mempersiapkan generasi-generasi penerus umat.

Ketika wanita meninggalkan barisannya, maka jatuhlah umat Islam. Itulah dimulainya. Sebagaimana ketika para pemanah meninggalkan barisannya di hari Uhud. Itulah ketika para wanita meninggalkan tugasnya sebagai ibu dan lebih memilih untuk menyibukan diri di luar rumah  yang bukan tugas seorang ibu.

Resume oleh Mierza Ummu Abdillah
klastulistiwa.com.
Video credit to Bali Mengaji

Landasan Homeschooling Islam

[Landasan Pendidikan Rumah #6] Shalat, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Sabar

Setelah membahas landasan HS muslim sebelumnya, kini kita berlanjut pada landasan pendidikan rumah nomor 6 yang diambil dari surat Lukman ayat 17. Ayat ini berisi pentingnya shalat, amar ma’ruf nahi mungkar, dan perintah untuk bersabar jika mengalami gangguan atau musibah.

***ditulis oleh Mierza Miranti – klastulistiwa.com***

Asy Syaukani rahimahullah menyebutkan bahwa tiga ibadah ini adalah induknya ibadah dan landasan seluruh kebaikan. (Fathul Qodir, 5: 489). Sebagaimana pula yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya:

“Dirikanlah shalat lengkap dengan batasan-batasan, fardhu-fardhu, dan waktu-waktunya. Perintahkanlah yang baik dan cegahlah yang munkar sesuai kemampuan dan jerih payahmu. Karena untuk merealisasikan amar ma’ruf dan nahi munkar, pelakunya pasti akan mendapat gangguan dari orang lain. Oleh karena itu, dalam pesan selanjutnya Luqman memerintahkan kepada putranya untuk bersabar.”

Kita ulas satu per satu yaaa…. Pertama adalah ini:

Berilmu Sebelum Mendidik

Tentunya kita tidak mau anak-anak belajar hal atau dari orang yang salah. Agar anak-anak bisa berilmu dengan benar mengenai shalat dan amar ma’ruf nahi munkar, maka kita sebagai orang tua perlu berilmu. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلُحُ

Barangsiapa yang beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka ia akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan banyak kebaikan.”

kurikulum homeschooling islami
“Mengikat Ilmu Dengan Tulisan” (Doc Pribadi)

Mendidik Tentang Shalat

Ilmu melakukan shalat yang benar sebagai ibadah perlu diberikan sejak dini, justru sebelum anak diperintahkan shalat. Mengajari anak rukun-rukun shalat, misalnya, akan membuat anak tahu bahwa jika rukun ini tidak dilakukan, maka shalatnya tidak sah. Perintah shalat itu datang pada usia 7 tahun sedangkan memukul anak yang tidak shalat itu ada pada usia 10 tahun. Ada jarak 3 tahun untuk membiasakan shalat di awal waktu (dan di masjid bagi anak laki-laki), bukan? Jika waktu yang tidak sebentar ini dimanfaatkan, maka sebenarnya tidak akan ada pukulan, insya Allah.

Mendidik Shalat Sebelum Usia 7 Tahun?

Memang anak belum diperintahkan shalat sebelum usia 7 tahun. Tapi, inilah masa keemasan tuntuk memberikan keteladanan, ajakan, dan ilmu yang akan dipakainya seumur hidup ini. Cara terjitu adalah doa di waktu-waktu mustajab agar Allah yang langsung menggerakkan hati mereka.

Komunitas Homeschooling
Mosqueschooling Komunitas Homeschooling

Selain itu, untuk menumbuhkan cinta dalam beribadah kepada Rabb-nya bisa dilakukan melalui kisah-kisah shahih. Kenalkan pula nash-nash mengenai keutamaan shalat, misalnya hadits shalat fajr yg lebih utama dr seisi dunia, untuk menyentuhkan rahmat Allah yang luas kepada anak. Menumbuhkan cinta juga bisa dengan reward, tapi pastikan mengiringi dengan ilmu diin, agar tdk terjerumus ke dalam hedonisme. Jangan termakan dengan ide ‘reward is bribing‘ (imbalan adalah menyuap) dari ilmu-ilmu parenting masa kini. Noooo… ulama dan generasih shalih terdahulu telah lama melakukan ini dalam mendidik generasi Islam terbaik dan telah terbukti hasilnya. Asal ingat: memberi imbalan pun perlu diin ilmu diin yang cukup.

Berikutnya adalah pembiasaan bangun pagi yang bisa dilakukan saat usia dini. Untuk anak laki-laki bisa mulai diajak ke masjid, sambil mengingatkan mereka tentang adab di masjid. INGAT: JANGAN DITINGGAL! Karena ada hak jamaah lain yang harus dipenuhi dan adab yang harus diajarkan. Sementara itu, anak perempuan diajarkan keutamaan shalat di rumah. Jamaah bisa dilakukan bersama ibu atau saat shalat sunnah bersama ayahnya. Masya Allah, tenyata inilah hikmah hadits shalat sunnah di rumah kecuali shalat wajib.

Selanjutnya adalh tentang ajakan yang positif. Kalimat  seperti “Adik mau shalat?” insyaAllah akan menanamkan keinginan dan doa. Hindari kata pilihan NEGATIF seperti “Adik mau shalat, NGGAK?”  Bagaimana jika mereka memilih tidak mau shalat? Hindari mengiyakan ketidak mauannya (meskipunidak boleh memaksakannya ya). Coba ucapkan kata-kata ekspektasi seperti “Oh, adik mau ikut shalat berikutnya ya” misalnya. Meski bisa jadi berikutnya kejadiannya sama, tapi lagi-lagi kata-kata orang tua bisa menjadi doa yang mustajab.

Dan terakhir, mengenai pemberian teladan. Hal ini tidak cukup dengan mencontohkan, tapi juga memerlukan komunikasi yang baik, ceria, dan tanpa beban. Contohnya saat adzan, ucapkan “Wah, adzan. Wudhu yuk. Ke masjid yuk.” dan yang semacamnya. Begitu pula saat safar. Sebisa mungkin yang dicari pertama kali adalah lokasi masjid atau musholla. Insya Allah keteladanan dan pembiasaan ini akan menumbuhkan cinta.

Mendidik Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Menjalani Dengan Kesabaran

Tentunya hal ini pun memerlukan ilmu. Salah satunya adalah ilmu melakukannya dengan sikap lembut, seperti sabda Rasulullullah dalam hadits riwayat Muslim no. 2594.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

Sesungguhnya jika lemah lembut itu ada dalam sesuatu, maka ia akan senantiasa menghiasanya. Jika kelembutan itu hilang, maka pastilah hanya akan mendatangkan kejelekan.

Selain itu juga ada hadits mengenai memberikan nasihat secara diam-diam dan beberapa ilmu lain yang mengiringi tindakan amar ma’ruf nahi munkar ini. Karena itu, mendampingi anak ketika mengamalkan menjadi hal yang sangat baik. 

Membersamai anak menjadi penting karena hal ini insyaAllah dapat membentuk kesabaran mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, Mawqi’ Al Islam, mengatakan,

Setiap orang yang ingin melakukan amar ma’ruf nahi mungkar pastilah mendapat rintangan. Oleh karena itu, jika seseorang tidak bersabar, maka hanya akan membawa dampak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”

Menyisir Sampah Tahun Baru Masehi di Taman Kota Bersama Komunitas HS Muslim
“Pagi Hari 1 Januari 2016 M Saat Menyisir Sampah Tahun Baru di Taman Kota Bersama Komunitas HS Muslim” (Dok. Pribadi)

Kesabaran ini tidak semudah mengucapkannya. Kita pun sebagai orang dewasa sulit melakukannya, apalagi anak-anak. Karena itu membersamai anak dan mengingatkan mereka mengenai kesabaran setelah melakukan amal ma’ruf nahi munkar itu adalah pilihan yang tepat. Selama kita ada, akan ada bahu bagi mereka untuk tempat bersandar dan tangan kita untuk memeluk. Akan ada tepukan kita di dada mereka untuk memberi semangat dan senyuman untuk menguatkan. Jadi, hadirkan diri hingga mereka bisa menguatkan diri sendiri dan bersabar dengan gangguan.

Jangan takut dengan stempel, “Anak nempel”, “Ga berani lepas”, atau yang semacamnya. Bukankah Ibnu Abbas mendapatkan nasihat berharga saat dibonceng Rasulullah? Insya Allah akan ada saatnya anak akan mengepakkan sayap dengan lebih berani, dengan cara yang benar dan lebih sabar.

Sila klik tautan untuk landasan pendidikan rumah yang lainnya:

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

Sumber:

“Begini Seharusnya Menjadi Guru” oleh Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub,  terbitan Darul Haq,  1433 H

Nasehat Akhlak dari Lukman pada Anaknya

3 Bekal Amar Maruf Nahi Mungkar

Pesan-Pesan Luqman

mendidik adab kepada anak
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

[Landasan Pendidikan Rumah #5] Muraqabah

“Character is doing what’s right when nobody is looking” – Karakter adalah melakukan hal yang benar meskipun tidak ada yang melihat – Ungkapan J.C Watts ini sering disematkan pada pendidikan karakter yang didengung-dengungkan beberapa saat lalu. Kalimat Kami pun sempat memiliki frame yang sama hingga hidayah sunnah menyapa dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam hati kecil kami. Benarkah tidak ada yang melihat? Benarkah manusia sanggup tidak menisbatkan pada apapun, termasuk popularitas dan nama baik, ketika melakukannya? Bukankah fitrah manusia mengharapkan sesuatu dan berharap dilihat oleh yang maha melihat? Dalam perjuangan homeschooling ini, fitrah inilah yang berusaha kami tumbuhkan pada jiwa anak-anak agar kuat mengakar: muraqabah. Merasa diri selalu diawasi oleh Allah.

Dua Tahap Sebelum Muraqabah

Ada dua tahap yang perlu dilakukan orang tua dalam keseharian bersikap dan dalam mendidik anak, sebelum muraqabah. Tahap tersebut adalah muhasabah dan musyarathah.

1. Muhasabah

Muhasabah adalah melakukan instropeksi diri setelah melakukan sesuatu. Dengan muhasabah, berarti kita menggunakan akal untuk menghisab diri mengenai kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa yang kita perbuat. Seorang muslim yang meyakini adanya hari kiamat tentunya tahu pentingnya menghisab diri sebelum dihisab. Telah banyak diutarakan dalam Al Qur’an mengenai hal ini, seperti Qur’an surat Ali-Imran ayat 30, Al-Anbiyaa’ ayat  47, dan QS. Al-Kahfi ayat 49. Manusia perlu bermuhasabah karena ketidak sempurnaannya. Ketika iman itu naik, seorang mukmin dapat mudah sekali melakukan ketaatan. Namun ketika iman itu lemah, kita dapat tergoda untuk jatuh dalam kesalahan.

 Ini pula seharusnya yang menjadi sandaran ketika mendidik. Sebagaimana kita tahu, sebagai orang tua, kita tercipta tidak sempurna. Karena itu, ketika mereka melakukan kesalahan, kita mengingatkan diri bahwa anak-anak, sebagaimana kitaaa, adalah manusia. Setelah menyadari itu (seharusnya) segalanya menjadi lebih mudah insyaAllah. Kita tahu ekspektasi yang seharusnya. Tidak menganggap sebuah kesalahan itu akhir dunia. Yang kita pikirkan selanjutnya adalah bagaimana menggiring anak-anak untuk bermuhasabah dan menyadari kesalahan-kesalahan mereka.

2. Musyarathah

Langkah kedua adalah musyarathah. Kata ini berasal dari kata syaaratha-yusyaarithu yang  artinya saling memberikan syarat. Setiap manusia yang mempercayai akhirat akan bersungguh-sungguhlah untuk mencapainya. Konsekuensinya adalah menguatkan kesungguhan dalam ketaatan, termasuk bersungguh-sungguh dalam mengawasi jiwa kita sendiri. Kita sendirilah yang berusaha memperketat tindakan dan pikiran kita.

Dalam keseharian, langkah kedua ini memang sungguh menantang. Oh yaaa, sebagai seorang Ibu yang berjuang mendidik di tengah pekerjaan rumah yang menumpuk, masalah-masalah kecil yang meminta diselesaikan… ini memang tidak mudah. Tapi…

Ibnul Qoyyim berkata: Bahwa asal dari kebaikan itu dari pikiran, dan asal dari keburukan itu berasal dari pikiran pula.

Maka, jika kita (orang tua) berpikir tentang keburukan, maka akan menimbulkan niat-niat yang buruk. Jika kita berpikir sulit, maka itulah yang dirasakan. Dan sebaliknya, jika yang dipikirkan adalah kebaikan, maka hanya niat-niat baik yang akan muncul. Bukankah kita ingin menjadi contoh bagi anak-anak?

Setelah kita mampu menguatkan diri, langkah berikutnya adalah membantu anak-anak memberi syarat untuk jiwa-jiwa mereka. Bagaimana caranya agar melakukan segala syariat dengan sekuat tenaga. Bersungguh-sungguh menjaga gerakan, ucapan, hingga pikiran agar tetap melakukan hal-hal yang baik. Jangan lelah mengingatkan mengenai syarat-syarat sebagai muslim ini, selama status mereka masih anak-anak kita… hingga jiwa kita terpisah dari raganya.

Lalu  Selanjutnya: Muraqabbah

Tahap berikut setelah memberikan syarat kepada diri (musyarathah), seorang muslim perlu mengawasi jiwa-jiwa mereka. Dan karena itu, seorang muslim perlu ‘menghadirkan’ keagungan Allah di hatinya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).

 Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah wasiat yang amat berharga yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa mencontohnya … Kezholiman dan dosa apa pun walau seberat biji sawi, pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Diambil dari situs rumaysho.com, disebutkan mengapa Lukman mengeluarkan nasihat tersebut.  Diceritakan oleh para ulama dengan dua tafsiran:

1. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika suatu di bawah dasar laut, apakah Allah juga mengetahuinya? Maka Lukman menjawab dengan ayat ini. Demikianlah tafsiran dari As Sudi.

2. Anak Lukman berkata pada ayahnya, bagaimana jika aku melakukan suatu dosa lantas tidak ada seorang pun yang melihatnya, bagaimana Allah bisa mengetahuinya? Lalu keluarlah jawaban Lukman seperti ayat di atas. Demikian pendapat Maqotil. (Lihat Zaadul Masiir, 6: 321).

Semoga setelah menghujamkan kepada diri mengenai hal ini, kita akan menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan segala hal. Dalam mendidik anak pun, penanaman muraqabah insyaAllah dapat membuat mereka takut kepada Allah di mana pun mereka berada. Lebih berhati-hati dalam bertindak, meski ketika orang tuanya tiada.

Kita bisa melakukan diskusi dengan anak-anak untuk menajamkan sifat ini. Mempertanyakan setiap niat yang mereka miliki setiap ingin melakukan sesuatu, bukan hanya karena ‘mau’ atau menuruti ‘passion’ yang cenderung dipengaruhi hawa nafsu. Tanyakan hal-hal penting, terutama berkaitan dengan aqidah. Adakah sedikit saja niat yang bukan karena Allah? Adakah sesuatu hal dalam pilihan mereka yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah, meskipun hanya sedikiiiit saja?

Jika anak terbiasa menerima dan mendiskusikan pilihan-pilihan mereka dengan menyandarkan pada syariat, insyaAllah mereka bisa terjaga dengan pilihan-pilihan yang sehat. Tujuan anak-anak pun bukan hanya sekedar ‘melakukan hal yang benar saat tidak ada yang melihat’. Tapi melakukan hal yang benar di mata Allah, saat tidak dilihat. Bahkan, melakukannya di tengah kemungkaran dimana banyak yang melihat namun tidak menyetujui kebaikan yang dilakukan.

Sungguh… hanya Allah sebaik-baik pemberi balasan. Semoga kita dimudahkan mendidik buah hati melalui jalan ini.


Tulisan ini merupakan bagian dari seri…

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

cara memulai homeschooling
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

[Landasan Pendidikan Rumah #4] Auto Pilot Muslim Homeschool

***Menuju Auto-Pilot Muslim Homeschool***

Semua pakar parenting pasti setuju kalau keteladanan orang tua adalah kunci pengasuhan yang paling utama. Tapi, bagaimana ketika orang tua khilaf atau malah sama sekali melenceng dari visi dan misi awal? Atau malah kita – sang orang tua wal – iyadzubillah, adalah pembawa keburukan ke dalam rumah? Ternyata, Islam memiliki jawabannya.

Menyadarkan Anak Bahwa Orang Tua Juga Seorang Hamba

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Lukman: 15).

Dan karena orang tua adalah seorang hamba Allah, maka bagi mereka juga berlaku syariat-syariat yang sama. Karena itu, sangat penting untuk memahamkan kepada anak bahwa mereka melakukan sesuatu bukan hanya karena ‘kita yang suruh’. Kalaupun alasannya karena ‘kita yang suruh’, sangat penting memberikan pengertian kepada anak bahwa dengan melakukan itu, ia akan mendapat ridho Allah melalui ridho orangtuanya.

Kenapa bukan hanya karena ‘kita yang suruh’? Karena anak-anak perlu memahami sesuai usia bahwa segala ibadah yang dilakukan harus berdasarkan syariat. Karena mereka perlu mempelajari bahwa muamalah yang dilaksanakan juga berdasarkan lingkaran hukum-hukum Allah.

Dengan terus melakukan hal ini sampai pada derajat sami’na wa atho’na (saya dengar dan saya kepada hukum Allah) insya Allah akan mengantarkannya pada apa yang diidamkan-idamkan orangtua homeschoolers selama ini: an auto-pilot muslim homeschool. 

p_20160417_142725.jpg

Tenaga Auto Pilot itu Bernama Al Qur’an dan As Sunnah

Bayangkan jika seorang anak yang belajar bersama orang tuanya tidak menyadari urgensi ayat di atas. Apa reaksinya ketika orang tuanya tidak ada atau ternyata orang tua benar-benar berperilaku di luar apa yang telah ia pelajari selama ini.

Oh, yes parents.. we are humans. Me do make mistakes. 

Bisa jadi yang menjadi reaksi adalah bingung. Atau, bisa jadi anak-anak itu malah menjadi musuh bagi orang tuanya. Mereka menjadi singa yang mengaum kepada orang tuanya yang berbuat kesalahan.

Oh my.. sounds familiar?

Bukankah banyak yang pertanyaan-pertanyaan di kajian mengenai ‘Orang tua saya belum mengenal sunnah Ustadz’ apa yang harus saya lakukan?”

Oh yaaa… sudah banyak peristiwa orang yang sudah ‘mengaji’ lalu menyeret orangtua yang masih belum tersentuh hidayah sunnah dengan cara yang tidak baik. Dari mulai mengajak mengaji dengan perkataan yang merendahkan hingga sikap yang menyakiti mereka. Yaaa Raabb…. Seakan-akan hidayah itu dia yang memetiknya sendiri tanpa campuh tangan Allah!

Bukankah dalam ayat di atas terdapat klausa ‘dan pergauliah keduanya dengan baik?’ 

Ayat itu tidak turun setengah saja melainkan utuh, bahkan terkait dengan ayat-ayat lain mengenai birrul walidain.

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai ayat di atas,

“Jika kedua orang tua memaksamu agar mengikuti keyakinan keduanya, maka janganlah engkau terima. Namun hal ini tidaklah menghalangi engkau untuk berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (dengan baik)” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 54).

Syaikh As Sa’di rahimahullah dalam situs ini menerangkan,

“Janganlah engkau menyangka bahwa taat kepada keduanya dalam berbuat syirik adalah bentuk ihsan (berbuat baik) kepada keduanya. Karena hak Allah tentu lebih diutamakan dari hak yang lainnya. Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat pada al Kholiq (Sang Pencipta)”.

Allah Ta’ala tidaklah mengatakan: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka durhakailah keduanya. Namun Allah Ta’ala katakan, janganlah mentaati keduanya, yaitu dalam berbuat syirik. Adapun dalam berbuat baik pada orang tua, maka tetap ada. Karena selanjutnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. Adapun mengikuti mereka dalam kekufuran dan maksiat, maka jangan” (Taisir Al Karimir Rahman, 648).

Ya, anak perlu mengenal ayat ini (dengan pemahaman mereka) secara utuh. Mereka perlu menyadari bahwa orang tua dapat berbuat kesalahan namun perlu diingatkan dengan cara yang ahsan untuk kembali merih surga bersama-sama. Anak perlu mempelajari dan memahami adab dan akhlak kepada orang tua.

Kenapa?

Karena kita tidak tahu hingga kapan hidayah ini akan ada terus bersama kita. Sebagaimana kita pun tidak bisa menjamin fisik kita bisa terus menemani mereka esok hari. Bukankah kita selalu meminta untuk terus istiqomah memegang hidayah ini melalui surat Al Fatihah?

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus [Al-Fatihah:6]

Jadi, jangan kuatir. InsyaAllah program auto pilot itu bisa aktif menyala selama anak-anak terus dipahamkan kepada apa siapa kita bersandar. InsyaAllah.

***menulis adalah mengingatkan diri***


Tulisan ini merupakan bagian dari seri…

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

cara mendidik anak dalam islam
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam, Parenting

[Landasan Pendidikan Rumah #3] Adab Kepada Orang Tua

Fondasi terpenting yang membuat kami memilih homeschooling adalah menerapkan pentingnya birrul walidain. Banyak nasihat yang dulu belum kami terapkan. Contohnya saja, sikap-sikap seperti memotong ucapan orang tua, mendahulukan dunia daripada orang tua, hingga memamerkan pengetahuan di hadapan orang tua sebelum diijinkan yang dulu saya anggap sebagai ‘sikap aktif, lucu, berani, dan menggemaskan’. Ah… ternyata saya… salah. 😦

Tergugah Sebuah Kisah

Adalah kisah Haiwah bin Syarih yang menyadarkan saya tentang hal ini. Beliau, seorang imam kaum muslimin, sedang duduk dalam majelis untuk mengajarkan ilmu. Lalu, beliau BERANJAK MENINGGALKAN MAJELIS untuk menuruti ibunya yang memanggil, “Berdirilah wahai Haiwah, beri makan ayam-ayam itu!”

Bayangkan. Sebuah majelis! Di hadapan murid-muridnya, beliau memilih menuruti ibunya untuk memberi makan ayam!

“Ah, anak jaman sekarang mah mana maaau!” mungkin begitu tanggapan kita. Kiiitaaa? Saya aja kali. Sikap saya dulu begitu karena belum tahu bahwa kita bisa menanamkan kepada Anak-anak adab-adab dan akhlak mulia ini. Bisa, insya Allah, setelah memahami urgensi serta cara menanamkannya.

Pentingnya Berbakti

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14).

Yang dimaksud ihsan dalam ayat di atas yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).

Sedangkan ‘uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin. (Sumber)

Penanaman Konkret Adab Kepada Orang Tua

Ada beberapa cara yang kami coba terapkan setelah menerima ilmu ini. Penuh ups and down tentunya. Tapi, alhamdulillah. Setelah setahun menerapkannya dalam pendidikan rumah, kami melihat banyak sekali perubahan nyata dalam sikap anak-anak. Berikut beberapa di antaranya:

1. Lemah lembut dalam Sikap &Tutur Kata

Allah berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 23.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya” [Al-Isra : 23]

 

Pertanyaannya: apakah hal ini bisa ditanamkan semenjak kecil? Ya, insyaAllah bisa. Dengan membedakan suara saat berbicara dengan teman dan orang tua. Dan ketika anak meninggikan suara saat berbicara, sebaiknya kita yang tenang. Minta ia mengulang dengan tone yang lebih rendah.

2. Merendahkan Diri di Hadapannya

Allah berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 24.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil” [Al-Isra : 24]

Ini bisa kita terapkan ketika anak melewati tahap egosentrisnya. Sekiranya usia 7 tahun. Misalkan, ketika anak mendapatkan keberhasilan, kita selalu menisbatkannya kepada Allah. Tentu kita memberikan apresiasi, namun jangan lupa mengucapkan MasyaAllah dan Barakallahu fiik. Bacakan kisah-kisah shahih penggugah jiwa sebagai contoh akhlak yang baik seperti ini. Selanjutnya, terus mengingatkan mereka untuk melakukannya.

3. Tidak Mendahului Dalam Berkata

Dalam pendidikan sekarang ini, terdapat sebuah pendapat bahwa anak yang ‘berani mengemukakan pendapat’ di hadapan orang yang lebih tua adalah hal yang baik. Bahkan, sikap seperti itu dianggap kritis. Oh, yaaa… dulu saya juga menganggap begitu karena ketidak tahuan saya. Hingga saya menemukan sebuah riwayat mengenai Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu dalam menerapkan adab ini.

Beliau berkata:

كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ المسلِمِ ، فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ، فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ

kami pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata: ‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma’” (HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).

Umar saat itu tahu jawabannya. Tapi, apa yang ia lakukan? DIAM. He didn’t take the moment (to show-off). Dan itu: adab.

Kita bisa memahamkan ini kepada anak-anak, insyaAllah. Saat mereka seperti akan menyela pembicaraan, kita bisa meminta mereka menunggu sampai kita selesai berbicara lalu tanyakan “Tadi kamu mau bicara apa, Sayang?”

Jika sudah terbiasa dengan adab ini, insyaAllah kita cukup mengingatkan mereka dengan isyarat, tanpa bicara. Oh ya… pastikan kita juga melakukan hal yang sama agar menjadi contoh adab bagi anak-anak kita. 🙂

4. Mendoakan Kedua Orang Tua

Dalam ayat 24 surat Al Isra di atas juga disebutkan adab untuk mendoakan kedua orang tua. Membiasakan anak untuk melakukannya di saat-saat doa diijabah atau saat kita terhimpit kesulitan insya Allah akan membuat anak terbiasa melakukannya. Semoga kita juga tidak lalai mendoakan orang tua agar menjadi contoh bagi anak-anak yaaa.

5. Mencium Tangan Orang Tua

Membiasakan anak dan diri mencium tangan orang tua adalah bentuk penghormatan dan kasih sayang. Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan kasih sayang yang terjalin antara Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dengan putrinya; Fathimah radhiyallahu’anha,

“وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ مِنْ مَجْلِسِهَا فَقَبَّلَتْهُ وَأَجْلَسَتْهُ فِي مَجْلِسِهَا”.

“Bahwa Fatimah bila berkunjung kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam, maka beliaupun berdiri menghampirinya dan menciumnya lalu mempersilahkannya untuk duduk di tempat duduknya. Dan Nabi shallallahu’alaihiwasallam apabila mengunjunginya, Fatimah juga bangkit dari tempat duduknya lalu menciumnya serta mempersilahkannya untuk duduk di tempat duduknya”. HR. Tirmidzy dan dinilai sahih oleh al-Hakim juga adz-Dzahaby.

Sebenarnya, masih banyak adab-adab dan akhlak mulia lain yang diajarkan seperti membantu meringankan pekerjaan mereka,  tidak memanggil orang tua dengan namanya, menjaga nama baik orang tua, memuliakan kerabat dan teman mereka, memberi nafkah pada mereka bila mampu, menziarahi makamnya bila telah wafat, dan masih banyak adab yang lainnya. Semoga dimudahkan untuk meneruskannya dalam tulisan berikutnya sebagaimana tulisan ini adalah lanjutan seri sebelumnya. Semoga bermanfaat.


 

Tulisan ini merupakan bagian dari seri…

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

kurikulum homeschooling
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam, Parenting

[Landasan Pendidikan Rumah #2] Tanamkan Tauhid dan Aqidah

Jika ditanyakan tentang tujuan, visi, misi, kurikulum homeschooling, seharusnya ya tidak jauh dengan kurikulum pendidikan kehidupan seorang muslim. Ada urutan pembelajaran yang telah tersedia untuk orang tua Muslim agar tidak galau melangkah dalam mendidik, seperti yang pernah saya tulis di sini. Jadi, seharusnya kita tidak perlu takut ketika mendapat pertanyaan, “Kalau orang tuanya meninggal, bagaimana anak yang homeschooling itu?” Ingatkah perjalanan Nabi Khidr yang tetiba membetulkan dinding rumah yang hampir ambruk dalam surat Al Kahf, yang ternyata adalah rumah seorang Yatim? Allah yang menjaga anak yang memiliki orang tua yang shalih itu, agar ketika dewasa si anak bisa memanfaatkan harta yang terpendam di dalamnya. Dongeng? Bukaaan. Ini ada dalam Al Qur’an. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa Allah akan menjaga keturunan seseorang yang shalih, walaupun sang orang tua telah meninggal dunia. Jadi bagaimana? Apa yang menjadi urutan pertama kurikulum pendidikan rumah?

Inilah Landasan Pendidikan Rumah #2

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan saya sebelumnya dalam seri Landasan Homeschooling Islami yang diambil dari suart Luqman. Untuk landasan kedua, diambil dari ayat berikut…

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.” (QS. Lukman: 13).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Lukman menasehati anaknya yang tentu amat ia sayangi, yaitu dengan nasehat yang amat mulia. Ia awali pertama kali dengan nasehat untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa pun.”

Aplikasi Nyata Pendidikan Tauhid

Lalu, bagaimana konkritnya? Jangan kuatir, telah ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menanamkan aqidah.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas, nak paman Nabi, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bercerita,

“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.

Semua hal yang disebutkan Rasulullah kepada Ibnu Abbas di atas tidak lain dan tidak bukan adalah penanaman tauhid. Salah satu hal terpenting ketika anak bertanya, “Allah dimana, Ummi?” ya kita jawab sesuai apa yang ada dalam Al Qur’an surat Thaha ayat 5 “Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” 

Dimana makna istiwa adalah tinggi dan meninggi terdapat dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.

Begitu pula dari hadits riwayat Muslim dan Abu Daud:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. 

Apa yang Pernah Kami Alami

Setahun homeschooling bukan sebentar yaaa.. tapi belum lama juga sih. Namun, alhamdulillah, kami bersyukur telah Allah pilih untuk mendapatkan hidayah sunnah dan ilmu tentang tauhid. Ya, aqidah yang lurus.

Bukan sekali atau dua kali kami menemukan diri tercenung dengan dahsyatnya penghambaan dan penyerahan diri anak-anak kepada Allah. Katakanlah, ketika mereka sangaaaat menginginkan sesuatu. Sangat jarang sekali mereka meminta sesuatu (yang mahal) dengan redaksi, “Umi, aku ingin ini.” Tapi, mereka menggantinya dengan kalimat seperti, “Umi, kalau Allah kasih rizki lewat Umi, boleh beli ini?” dan diskusi pun berlanjut dengan kemanfaatan yang mereka mau itu.

Atau seperti gambar di bawah ini.

p_20170105_231156_1.jpg
Menulis di kaca rias untuk dibangunkan di sepertiga malam

.

Anak-anak, masyaAllah, meminta langsung kepada Allah di sepertiga malam setelah tahu hadits Rasulullah bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap sepertiga malam terakhir ini. For every wish they know their parents could not afford!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, (kemudian) Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.’”

Hadits ini dinukil dengan sanad yang shahih dari generasi ke generasi dan mencapai derajat mutawatir, karena hadits ini diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi. (klik untuk sumber)

Begitu pula ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka mau. Atau, ketika mereka tetiba mendapatkan apa yang telah lama mereka idamkan dan tidak mungkin dibelikan orang tuanya. Tauhid. Ya, landasan inilah yang membuat perjalanan mendidik menjadi sangat dimudahkan Allah. A truly scientific way of parenting. Setidaknya, itu yang kami rasakan hingga detik ini. Anda boleh beda, kok. Pilihan dan konsekuensi ada di tangan masing-masing keluarga. 🙂

Tulisan ini merupakan bagian dari seri…

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU

Landasan Homeschooling Islami
Homeschooling Starter Kit, Landasan Homeschooling Islam

[LANDASAN SEKOLAH RUMAH #1] MEMILIH VISI DAN MISI YANG TEPAT

Bismillah…

p_20160106_100514.jpgSetahun sudah menjalani homeschooling dan masih terus melakukan evaluasi. Alhamdulillah, landasan yang sudah dipilihkan Allah ini sangat sempurna. Ternyata benar, mendidik anak di atas pendidikan Islam akan membuat perjalanan mendidik menjadi sangat dimudahkan oleh Allah. Life skill atau kecakapan hidup yang harus diajarkan pertama kali dalam homeschooling Islami ini memang seharusnya dipenuhi. Kecakapan hidup ini berupa ilmu mengenai kewajiban, tujuan hidup, dan kesempurnaan tata cara beribadah sesuai Alquran dan sunnah sebagaimana disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6)

Mencari Landasan Homeschooling Bagi Muslim

Terkadang orang tua bingung dalam mencari visi dan misi pendidikan keluarganya. Padahal, jika ilmu diin dikuasai, maka sungguh orang tua tidak perlu bingung lagi. Ternyata Al Qur’an saja bahkan telah melengkapi kita, para pendidik generasi Islam, dengan contoh mendidik dalam Al Qur’an. Inilah yang seharusnya menjadi landasan homeschooling Islami yang dijalankan oleh Muslim. Semua visi misi pendidikan rumah telah dibawakan dalam surat khusus yang berkisah nasihat dari Luqman.

Siapakah Luqman?

Luqman menurut Ibnu ‘Abbas adalah budak dari Habasyah (Ethiopia dan sekitarnya). Sa’id bin Al Musayyib menyebutkan ciri-cirinya, yaitu berkulit hitam dari Sudan, bibirnya tebal dan kakinya pecah-pecah sebagaimana kata Mujahid. Luqman adalah qodhi dari Bani Isroil (Zaadul Masiir, 6: 318).

Lihatlah Allah meninggikan mereka yang berilmu tanpa memangdang warna kulitnya. Sungguh pendidikan seperti ini sangat murni dan menginspirasi, bukan?

Luqman pula merupakan seorang laki-laki yang dikaruniai ilmu agama dan kebenaran dalam ucapannya. Meski beliau membuat fatwa pada masa Nabi Dawud, beliau tidak malu meninggalkan fatwanya untuk menimba ilmu kepada Nabi Dawud. Itulah hikmah yang dianugerahkan Allah ta’ala kepada Luqman, seperti firman-Nya:

Landasan Homeschooling Islami

وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman…”. (QS. Lukman: 12)

Untuk mengetahui apa itu hikmah, berikut ini penjelasan yang saya ambil dari situs rumaysho.com, yang ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc:

Yang dimaksud hikmah di sini, ada dua pendapat di kalangan para ulama. Mayoritas ulama berpandangan bahwa hikmah adalah kepahaman dan logika. Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa hikmah ada nubuwwah (kenabian). Para ulama lalu berbeda pendapat apakah Lukman adalah seorang Nabi. Sa’id bin Musayyib, Mujahid dan Qotadah berpendapat bahwa Lukmah hanyalah orang yang diberi hikmah dan bukan seorang Nabi. Sedangkan ‘Ikrimah berpendapat bahwa Lukman adalah seorang Nabi. Namun pendapat pertama yang menyatakan  Lukman hanyalah orang yang mendapatkan hikmah, itulah yang lebih tepat (Lihat Zaadul Masiir, 6: 317-318).

Dari Sa’id bin Abi ‘Arubah, dari Qotadah, ia berkata mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman”. Maksud hikmah adalah memahami Islam. Dan Lukman bukanlah Nabi dan ia pun tidak diberi wahyu.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 52).

Ibnu Katsir mengatakan bahwa hikmah adalah kepahaman, ilmu dan ta’bir (penjelasan). (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 52).

Syaikh As Sa’di menyatakan bahwa hikmah akan membuahkan ilmu, bahkan amalan. Oleh karenanya, hikmah ditafsirkan dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan sholeh. Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Hikmah adalah ilmu yang benar dan pengetahuan akan berbagai hal dalam Islam. Orang yang memiliki hikmah akan mengetahui rahasia-rahasia di balik syari’at Islam. Jadi orang bisa saja ‘alim (memiliki banyak ilmu), namun belum tentu memiliki hikmah.” (Taisir Al Karimir Rahman, 648).

Insya Allah, pada tulisan-tulisan berikutnya akan dituliskan ayat-ayat selanjutnya dari surat Luqman ini. Tentunya ayat-ayat ini menjadi pedoman pendidikan anak Muslim yang tidak akan lekang oleh waktu. Dalam hal ini, nasihat bagi kami, penyelenggara homeschooling Islami dalam mendidik keluarga sendiri.

Untuk enam landasan lainnya, silahkan klik tautan di bawah ini.

LANDASAN PENDIDIKAN RUMAH BAGI MUSLIM

[LANDASAN #1] MEMILIH VISI DAN MISI

[LANDASAN #2] TANAMKAN TAUHID

[LANDASAN #3] ADAB DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

[LANDASAN #4] AUTO-PILOT HOMESCHOOL

[LANDASAN #5] MURAQABAH

[LANDASAN #6] AMAL MA’RUF NAHI MUNKAR DAN SABAR

[LANDASAN #7] MENDIDIK KOMUNIKATOR YANG TAWADHU