Homeschooling, Mierza's Own, My Reflection

YANG PENTING SEKOLAH?

“Nak… sawah ini kujual biar kamu bisa sekolah,”

Ujaran ini baik ketika institusi yang dipilih memiliki landasan agama. Setidaknya ada kenaikan derajat dari sekedar berburu sehelai sayap nyamuk atau bangkai kambing, menjadi perburuan kenikmatan yang hakiki.

“Nak… sawah ini kujual biar kamu bisa sekolah,” adalah keanehan ketika yang dipilih adalah ‘yang penting sekolah’. Anak itu ga dirawat kemauan belajarnya, ga diarahkan mengambil pilihan sehat sesuai hidupnya, ga paham ntar jadi apa. Apapun itu ‘yang penting sekolah’.

Kan lebih baik, dong, dengan sekolah!
Biar bisa jadi dokter atau insinyur.

Iyakah? Padahal, sawah puluhan hektar itu bisa jadi lahan belajar yang ga akan habis. Bayangkan jika kalimat sang ayah berubah menjadi..

“Nak, lihat panen saat ini. Ayo perhatikan dan bantu ayah. Lihat baik-baik caranya.”
“Nak, hari ini ada ada kunjungan dari penyuluh. Kamu bawa catetan sama alat rekam ya. Kalau perlu beli batere dulu’
“Nak, sudah mengembalikan buku Manajemen Irigasi ke Perpusda? Semoga bisa mengatasi kekeringan kita tahun ini ya. Oiya.. jangan lupa nanti carikan buku tentang pengawetan bahan pangan dan degradasi tanah ya.”
“Subhanallah, kenapa ya hasil panen tahun ini begini? Ayo pelajari dan buka2 lagi catatan penyuluhan.”
“Nak, temani ayah ke tukang pulsa. Sekarang jadwal kita nonton. Kata penyuluh ada video baru di channel Kementrian Pertanian,”

Tapi itu cuma ada di benak Mierza Miranti dan suami aja. Ngerinya ketika sawah sudah habis, anak selesai sekolah dan bingung jadi apa. Karena niatnya cuma YANG PENTING SEKOLAH.

Terus, mau jadi apa?

———

klastulistiwa.com

Homeschooling, Mierza's Own, My Reflection, Parenting

APA YANG MASUK KE RUMAH, ITULAH YANG KELUAR DARI LISAN DAN LAKU MEREKA

“Bukankah Rasulullah itu dermawan?
Bukankah Rasulullah itu qonaah?
Paling pantang sikapnya menyakiti orang lain?
Paling pantang melukai perasaan orang tuanya?” celoteh si 3 th.

“Kata siapa itu, Nak?”
“Ustadz Maududi Abdullah,” katanya.

Teaser potongan kajian itu memang salah satu yang sering didengar. Terkadang teaser kajian dari Ustadz Badru dan ustadz lain juga ia sebutkan, selain juga beberapa potongan ayat dan hadits.

Celoteh.. ya.. celoteh maasyaaAllah barakallaahu fiih. Kami tidak menyangka akses wifi 24 jam yang awalnya kami gunakan untuk bekerja, sambil full streaming Rodja selama kami bangun, ternyata berdampak demikian. .

Teringat nasihat ustadz Syafiq, “Jangan memasukan pencuri ke rumah kita.” Apapun yang kita masukan untuk anak-anak dengar, lihat, baca, tonton… itulah yang dapat mempengaruhi jiwanya. .

Barakallaahu fiikum bagi insan yang sudah membangun dan mengembangkan TV-TV dakwah. Semoga semakin menyebar dan berdampak bagi lebih banyak keluarga.

 

Mierza's Own, Product Review

Dear Al, Ilmu Tentang Baju Batik Pria Ini Perlu Kamu Tahu

Punya anak laki-laki setelah 2 anak perempuan membuat saya sedikit banyak memikirkan tentang penampilannya. Selain saya suka melihat Al memakai sarung dan koko atau jubah untuk ke masjid, saya juga suka melihatnya memakai baju batik pria. Well.. okay, I mean… baju batik pria kecil.

 

Memberikan Ilmu Tentang Baju Batik Pria

Nah, untuk mendukung misi saya ini, makan saya ingin menyisipkan ilmu tentang batik itu sendiri kepada Al. Batik adalah pakaian khas dalam warisan budaya Indonesia, dan sering digunakan oleh para pemimpin dunia dalam acara-acara resmi. Bahkan, baju batik pria bisa digunakan untuk shalat karena memang modelnya itu-itu aja untuk pria: kemeja.

 

Berikutnya adalah hal-hal yang saya sisipkan kepada bapaknya Al.

Hloh! Kok, bapaknya Al? Hehehe.. ya biar kalau mereka belanja baju batik pria, saya ga usah diajak alias bisa melipir beli baju lainnya. Hehe… modus dikit lah. Nah, ini dia tips tentang cara memilih batik yang tepat yang akan saya ‘jejalkan’ kepada mereka:

 

  1. Ukuran

Ukuran batik biasanya selalu menjadi masalah. Pastikan baju batik pria yang dikenakan tidak terlalu ketat maupun terlalu besar. Sesuaikan batik dengan bentuk tubuh, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang saya tekankan sebagai ibu modis (modal diskon) tapi gaya adalah kalimat ini: betapapun mahal batik yang Kita kenakan, jika tidak pas di tubuh Kita maka penampilan Kita akan terlihat “murah”

 

  1. Bahan

Kualitas sebuah batik dapat dilihat dari bahan dan teknik salam membuat corak batik. Kain batik mulai dari katun biasa hingga halus. Bahan halus biasanya digunakan untuk batik eksklusif dengan harga minimum jutaan. Batik halus nyaman dipakai tetapi harganya biasanya lebih tinggi daripada bahan biasa. Selain bahan batik, teknik pembuatan batik bisa membuat harga lebih tinggi. Ini harus dipertimbangkan ketika memilih batik dan menyesuaikan anggaran Kita. Bagaimana jika anggaran ngepas? Ingat kembali kalimat yang disebutkan pada poin nomor 1 di atas.

 

  1. Warna

Gambar: Freepik

Secara garis besar, batik terdiri dari warna “tanah” dan variasi warna. Yang harus kita perhatikan ketika memilih warna batik adalah warna dominan latar belakang / “tanah”. Warna dasarnya adalah patokan apa yang bisa Kita gunakan ketika memilih batik untuk digabungkan dengan pakaian lain.

 

Warna gelap atau cerah tergantung pada agenda. Untuk acara santai, kita dapat menggunakan warna-warna cerah, seperti merah, kuning, atau ungu. Sedangkan untuk acara formal, kita bisa memilih warna yang lebih gelap atau monokrom (hitam / putih).

 

  1. Motif

Gambar:Pixabay

Setiap daerah memiliki motif / motif batik yang berbeda dan membuatnya unik. Namun pastikan kombinasi warna motif dengan warna dasar sesuai dan cocok.

 

 

  1. Santai atau Formal

Sebelum kita memutuskan untuk membeli batik, ketahui dulu untuk acara apa kita ingin memakai pakaian ini? Untuk acara formal, semi formal, atau santai? Tidak ada stiker khusus yang menyatakan ini adalah batik santai dan itu adalah batik formal sih, tetapi tentunya tidak lucu jika kita salah pilih motif kostum kan? Karena itu, kita harus dapat membedakan tujuan kita menggunakan setiap pakaian batik.

Sebenarnya tidak sulit membedakannya. Kita harus memperhatikan elemen penting dalam motif batik dan warna dasar. Untuk motif kasual biasanya bermotif flora atau fauna dan memiliki warna dasar dominan ringan. Dan batik formal lebih sederhana dan minimalis. Batik formal biasanya hanya terdiri dari satu motif motif, ia memiliki warna yang lembut dan elegan. Kita bisa mengenakan batik baik untuk acara santai maupun formal di kantor, bahkan untuk shalat!

 

Okay, segitu aja sih ilmu yang ingin saya berikan kepada Al (dan bapaknya). Semoga mereka sabar menanti setelah membeli dan membayar baju batik yang mereka pilih. Lho, kok? Ya iya… karena biasanya saya dan anak-anak perempuan lebih lama belanjanya hehehe.

adzan kidung indonesia azan wanita
Mierza's Own, My Reflection, My Thoughts, Parenting

Merindu Adzan

~Mierza Ummu Abdillah~
Ajarilah ibu…
Ajari anakmu mencintai adzan,
melalui kisah Bilal bin Rabah.
Kisahkan pekikan AHAD! dalam keberanian
meski saat perih mendera parah.
Ceritakanlah ibu..
Ceritakan saat ribuan wajah menoleh ke kabah
mengikuti kalimat tauhid yang megah
melalui apa yang Bilal kumandangkan
Melalui adzan
Kisahkan Ibu…
Kisahkan saat Bilal merasakan lehernya tercekik
setiap saat ia hendak memekik
Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah…
karena kesedihan atas wafatnya kekasih Allah…
KATAKAN IBU!
KATAKAN BETAPA KAUM MUSLIMIN JUGA MENANGIS
HINGGA TENGGELAM DALAM HATI YANG TERIRIS
Maka… tanamkanlah ibu…
Tanamkanlah cinta pada panggilan itu…
Buatlah anak-anakmu merindu.
Buatlah anak-anakmu merindu.
Buatlah anak-anakmu merindu.
Melalui cintamu pada adzan lebih dulu.
Sumber inspirasi: THE REAL BILAL
Mierza's Own, My Thoughts

POETRY SLAM DOUBLE STANDARDS: “DO YOU SEE IT” [INDONESIAN TRANSCRIPT]

Maasyaa Allah, dapat video ini dari WAG, langsung tertegun. Video ini sangat powerful dan jujur. Hati saya menderu saat saya menulis ulang transkripnya. Terutama bagian yang saya sengaja tulis kapital, sebagaimana para pembaca berapi-api menyampaikannya.

Honestly, it worths spending your quota to watch it. To feel the power. The beauty. The truth.

Selamat memberi makan jiwa, wahai Jiwa.

 

“APA KALIAN LIHAT?”

Pada tanggal 17 Juni 2015,
Dylan Roof berjalan masuk ke sebuah kelas Injil.
Duduk dan berdoa diantara jemaah gereja,
Sebelum ia mengeluarkan sejata.
Membunuh semua dan membiarkan satu orang tetap hidup.
Setelah kejadian itu, ia ditemukan dan ditangkap… dengan damai.

Ketika Dylan membunuh
9 orang berkulit hitam yang tidak bersalah….
Kita tidak mempertanyakan Tuhannya.
Dia adalah bagian dari Apartheid Africa,
kita tidak mempertanyakan agamanya.
Dia melakukan kejahatannya sendiri,
kita tidak mempertanyakan ia bagian dari kaum apa.

Ketika Adam Lanza menembaki kelas
yang penuh anak kelas 1 di SD Sandy Hook,
kita tidak memintanya meninggalkan negeri ini.

Ketika Timothy membunuh 168 orang di Oklahoma,
Kita tidak menyebut ini kejahatan yang melawan setiap individu di Amerika.

Ketika KKK membunuh ribuan orang kulit hitam,
dan mencoreng moralitas umat Kristiani.
Kita tidak meminta mereka menanggalkan jubah.
Kita tidak memanggil seluruh umat Kristiani sebagai munafik.

APAKAH KALIAN LIHAT???
Bahwa kami tidak melabel semua orang kulit putih atas kejahatan segelintir oknum.

APAKAH KALIAN LIHAT???
Bahwa kami tidak mengutuk seluruh kelompok manusia hanya karena tindakan segelintir orang.

APAKAH KALIAN LIHAT???
Bahwa semua nama berbeda.
Bahwa semua wajah berbeda.
BAHWA SEMUA ORANG BERBEDA

KARENA ITU,
TIDAK SEHARUSNYA KITA MENGUTUK SEMUA MUSLIM
ATAS RADIKALISME SEBUAH KELOMPOK.

Jika kalian ingin menghukum ISIS
Silahkan.
Tapi kalian juga harus menghukum yang memberi kekuatan.
Dan yang memberi kekuatan adalah Pemerintah Amerika.

TIDAKKAH KALIAN CARI TAHU?
ISLAM BUKANLAH AGAMA TEROR.
ISLAM ADALAH BERSERAH DIRI
ISLAM ADALAM PENGABDIAN
ISLAM ADALAH DAMAI

TERORISME DILARANG
DAN JIHAD BUKAN BERARTI PERANG SUCI
JIHAD ARTINYA BERJUANG
JIHAD ARTINYA BERTAHAN HIDUP
JIHAD ARTINYA DUDUK BERSIMPUH DAN MERENDAHKAN DIRI DUNIA AKHIRAT

BERHENTILAH MENDENGARKAN CNN
BERHENTILAH MENGGANTI KEMANUSIAAN JADI KEMUNAFIKAN
BERHENTILAH MENCURIGAI MUSLIM DI BANDARA
BERHENTILAH MENDENGARKAN KETAKUTANMU YANG MEMBUATMU BERTINDAK BODOH
BERHENTILAH MENDUKUNG RIBUAN KAUM REPUBLIK YANG MENDUKUNG PEMBUNUHAN KAUM YANG TDAK BERSALAH
BERHENTILAH MENDENGARKAN MEREKA YANG MENYEBUTKAN DAMAI HANYA DI MULUT SAJA

DARIPADA MENGHANCURKAN MASJID,
HANCURKANLAH EGO DAN SADARI KITA SEMUA SAMA

Dan terakhir…
Sebagaimana makna salam kami.
Assalaamu’alaikum…
Kedamaian bagimu
Wa’alaikum salam…
Dan kedamaian pula bagimu.

Tidakkah kalian lihat?

Mierza's Own, My Reflection, My Thoughts

Memperbarui Niat dalam Menulis dan Membuat Blog

Diantara kedzoliman dan kebodohan manusia terhadap dirinya sendiri adalah ia membuka aibnya padahal sebelumnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menutupnya.”#JLEB

Bismillah…

Ketika ilmu itu terhampar, yang langsung terngiang-ngiang adalah saat berniat membuat blog dan mengisinya, serta tulisan-stulisan ‘curhat‘ pada sosmed yang dimiliki. Betapa banyak aib diri yang tersebar dengan dalih ‘agar orang bisa belajar dari kejadian ini’ atau ‘agar tulisan lebih mengalir karena pengalaman pribadi atau yang paling menyedihkan adalah ‘agar laku’. Wa’iyadzubillah….

Lalu, disebutkan pula hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang Al Mujaahiriin yang diriwayatkan dalam kitab shahih Al Bukhori dan Muslim , yang artinya:

Telah mengabarkan kepada kami Abdul ‘Aziz bin Abdullah, telah mengabarkan kepada kami Ibrohim bin Sa’d dari anak saudaraku Ibnu Syihab dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah, dia mengatakan, “Aku mendengar Abu Huroiroh mengatakan, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Setiap ummatku akan mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla kecuali al Mujaahiriin yaitu semisal ada seorang laki-laki yang mengerjakan sebuah perbuatan (buruk –ed.) pada malam hari kemudian ia menjumpai waktu subuh dan Allah telah menutupi aibnya (berupa perbuatan buruk – ed.). Lalu laki-laki tersebut mengatakan, “Wahai Fulan, aku telah mengerjakan sebuah perbuatan buruk/jelek ini dan itu”. “Maka itulah orang yang malamnya Allah telah menutup aibnya lalu ia membuka aibnya sendiri di waktu subuh (keesokan harinya –ed.)”[sumber].

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,

“Al Mujaahiriin adalah orang-orang yang menunjukkan bahwa ia telah berbuat maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Orang-orang ini terbagi menjadi dua golongan :

[1]. Orang yang melakukan perbuatan maksiat dan ia menunjukkan perbuatannya tersebut dihadapan manusia dan manusia yang lain pun melihatnya. Yang demikian ini tidaklah kita ragukan lagi bahwa mereka termasuk golongan Al Mujaahiriin dan tidak akan mendapat ampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla.

[2]. Orang yang melakukan perbuatan maksiat secara sembunyi-sembunyi missal di waktu malam kemudian Allah menutup aibnya tersebut, atau seseorang yang melakukan maksiat di rumahnya sendiri kemudian Allah menutup aibnya tersebut sehingga manusia lainnya tidak dapat melihatnya sehingga seandainya ia bertaubat kepada Allah maka jelas hal itu akan baik baginya. Namun ketika ia menemui hari berikutnya dan bertemu dengan orang lain dia mengatakan, “Aku telah melakukan perbuatan maksiat ini dan itu” maka orang yang demikian ini termasuk orang yang tidak akan dimaafkan Allah Subhana wa Ta’ala dosa-dosanya. Orang ini termasuk Al Mujaahirin padahal sebelumnya telah Allah tutup aibnya.

Hal di atas tidaklah muncul melainkan karena dua sebab :

[1]. Dia menceritakannya karena lupa dan tidak sengaja sehingga ia menceritakan keburukannya itu dengan hati yang tidak berniat dengan niat yang buruk (semisal ingin berbangga bangga dengan maksiatnya –ed.).

[2]. Dia menceritakannya karena ingin membanggakan perbuatan maksiatnya sehingga ketika ia menceritakannya dengan semangat (dia merasa) seolah-olah ia telah mendapatkan ghonimah (harta rampasan perang) maka jenis ini adalah jenis yang paling buruk diantara dua penyebab di atas”[sumber] 

Mengubah kebiasaan memang tidak mudah. Membuat alasan untuk mengulang kesalahan bisa jadi solusinya, tapi bagaimana dengan ketenangan hati?

Ah ya… maka dengan ini klastulistiwa.com akan bebenah. Mencoba menghadirkan diri di tengah umat untuk menyampaikan informasi, ilmu,  (semoga) nasihat, dan sedikit jualan pribadi atau paid-review. Mencoba mengingatkan diri untuk mengurangi curhat dengan dalih apapun, tanpa dalih bahwa ini  solusi yang bisa jadi berfungsi seperti Question and Answer.

Bukankan sarana dan tujuan harus sejalan? Semoga saya dan kita semua dimudahkan untuk mendengar perintah dan larangan (agama) untuk kemudian menaatinya – tanpi tapi, tanpa nanti.

Lectures of Life, Mierza's Own, Parenting

8 METODE PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

Alhamdulillah, akhirnya bisa keluar lagi untuk mengaji setelah melahirkan. Kajian dengan tema “Ibuku, Idolaku” yang disampaikan oleh Ummu Ihsan Choiriyah pada tanggal 27 Maret 2015 ini dimulai pada pukul 08.30. Ehem… dan kami pun datang jam 09.00 – terlambat 30 menit. Maklumlah adaptasi penambahan anggota baru yang mulai ikut kajian pertamanya di usianya yang 19 hari (cari alesan).

cutcastervector100823079number81Nah, dari paparan ummu Ihsan, saya mendapatkan sejata yang, subhanallah, sangat berguna dalam mendidik anak. Langsung aja ya… Berikut adalah ‘senjata’ yang saya maksud, yaitu 8 METODE PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM:

  1. METODE KETELADANAN – Yang ini mah sudah jelas. Kalau dalam bahasa Inggris kita tahu peribahasa “Action speaks loder than words”, bukankah Rasulullah adalah suri tauladan yang terbaik seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 21: “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Allah.” Akhlak dan perilaku beliau layak dijadikan contoh sehingga banyak yang jatuh cinta dengan Islam. Begitu pun ketika kita mengemban amanah sebagai ibu. Keteladanan yang baik sebagai sarana terpenting pendidikan. Karenanya, pastikan sesuai antara perkataan dan perbuatan.
  2. METODE BIMBINGAN DAN NASIHAT – Seperti yang dinasehatkan Lukman kepada anaknya. Berikanlah nasihat dengan kasih sayang. Namanya juga bocah, ya terkadang memang mereka melakukan kesalahan yang sama. Nah, disitulah kesempatan kita untuk mengulang-ulangi nasihat. Tapi, hati-hati, cari waktu bicara yang tepat, karena terlalu sering memberikan nasihat juga bisa membuat anak menjadi jenuh. Selain itu, jangan menasihati ketika kita sedang marah. Gunakan kata-kata yang sesuai serta berbicaralah kepada manusia sesuai dengan waktunya.
  1. METODE KISAH DAN CERITA – Jangankan anak-anak, ibu-ibu aja suka banget dengan metode ini. Kenapa? Karena metode ini dapat memindahkan khayalan dari kisah yang nyata. Dan dibandingkan dengan kisah-kisah dongeng yang entah pemerannya ada atau hanya di bayangan si penutur, kisah-kisah sahabat, thabi’in, atau kisah para nabi akan lebih inspirational karena itu benar-benar terjadi. Nah, pastikan ketika bercerita, sesuaikan dengan umurnya agar bisa dihubungkan dengan kondisi anak, plus berikan apresiasi jika mereka sudah melaksanakan sikap yang diceritakan.
  2. MENGAMBIL PELAJARAN DARI BERBAGAI PERISTIWA DAN KEJADIAN – Peristiwa sehari-hari akan memberikan pengaruh sikap terhadap kehidupannya. Dengan menggunakan peristiwa yang sudah mereka alami, orang tua harus jeli memilih cara menjadikannya sarana bimbingan, pengajaran, dan memperbaiki kesalahan.
  3. METODE PEMBIASAAN – Biasakan anak melakukan kebaikan. Sebab, dengan pembiasaan maka urusan yang banyak akan menjadi mudah, baik urusan agama maupun dunia. Contohnya yang gampang: bangun pagi buat shalat subuh dan membereskan mainan. 😀
  4. PANDAI MEMANFAATKAN WAKTU LUANG – Ingat hadits ini? Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi n bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. [HR Bukhari, no. 5933]. Duh, kita tidak ingin kan anak kita tumbuh sebagai manusia yang tidak bisa memanfaatkan nikmat ini. Bisa rugi dunia dan akhirat nanti…. Makanya, setiap anak sedang memiliki waktu luang, manfaatkan dengan baik. Gali potensinya (yang syar’i dan positif lho, ya) kemudian didukung.
  1. BERIKAN MOTIVASI & APRESIASI BERUPA FASILITAS/ HADIAH – Asal disesuaikan waktunya dan frekuensinya, metode ini akan mengajarkan anak untuk berusaha, insyaAllah.
  2. METODE HUKUMAN YANG SYARI – Kalau di Islam, metode hukuman itu ada, lho… Kalau jaman sekarang disebut dengan konsekuensi (padahal mah sama.. lha wong sebelum ‘dihukum’, dikasih tau ‘konsekuensi’nya di Qur’an/ hadits kok -___-). Oke, fokus! Ehem.. cara menghukum itu tidak dengan fisik lho yaaa… apalagi di wajah. Bisa contohnya dengan mendiamkan, memberi hukuman yang mendidik dan sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Tapi ingat, metode ini diambil setelah kita mencoba ketujuh metode di atas semaksimal mungkin. Seperti hadits dari Rasulullah, “Perintakanlah anak-anak kalian untuk sholat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah apabila mereka tidak mau sholat ketika berumur 10 tahun., dan pisahkan tempat-tempat tidur mereka.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Shahih Abi Daud: 509] Lha kan ada 3 TAHUN (dari usia 7 hingga 10 tahun) untuk mendidik sebelum orang tua diperbolehkan ‘memukul’. 3 tahun itu bukan waktu yang sebentar lho untuk mendisiplinkan anak.

Kemudian, sebelum daurah ditutup, Ummu Ihsan melontarkan pertanyaan “Berapa seharusnya kesetimbangan hadiah dan hukuman dalam Islam?”

Now, here’s the answer

Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]

Tuh kaan…. jadi jangan seperti pemadam kebakaran, jika anak berbuat salah baru kita heboh, tapi ketika anak berbuat baik kita diam saja. Hadits tersebut seharusnya membuat orang tua agar selalu ingat untuk memberi apresiasi positif yang lebih besar dari hukuman. Karena hadiah terbaik itu bukan barang, tapi sikap dan apresiasi.

Nah, di sesi pertanyaan, ada satu pertanyaan yang menarik yang membuat saya ingin mencatatnya. Salah satu ibu bertanya tentang kondisi anaknya yang sangat aktif. Hampir semua sekolah Islam kewalahan dan tidak sanggup ‘mendidik’ anaknya dan akhirnya satu sekolah Islam inklusif yang sesuai bujet yang menerima. Tapi dia kuatir karena ‘konten agamanya’ tidak terlalu banyak.

Jawabannya Ummu Ihsan, masyaAllah, sungguh indah… Beliau berujar bahwa orang tua harus terus memberikan yang terbaik. Berarti kondisi tersebut sudah yang terbaik bagi si anak. Kita harus ingat bahwa hidayah itu di tangan Allah. Jangan merasa mentang-mentang kita sudah memilih sekolah yang tepat, anaknya pasti akan sesuai dengan cetakan yang kita mau. Ingatlah Nabi Nuh alaihi salam, putranya tidak memeluk Islam hingga akhir hayatnya dan istrinya pun membangkang. Padahal Ia adalah seorang rasul! Jadi ingat! Kita tidak bisa terlalu menyandarkan kepada usaha kita. Segala usaha harus selalu diiringi doa yang tulus kepada Allah.

Usai daurah, saya merasa banyak peer yang harus saya kejar nih dalam mendidik anak-anak. Banyak ilmu yang tidak saya tahu ternyata… Bismillah… Maka dari itu..saya harus meniatkan diri untuk terus belajar dan mendatangi majelis ilmu. Karena dengan ilmu yang bisa diamalkan membuat kita bisa lebih baik dari sebelumnya, insya Allah.  🙂

– Catatan Mierza Miranti – http://www.klastulistiwa.com

Mierza's Own, My Reflection, My Thoughts, Parenting

Balita Anda Suka Berteriak? Ini Tipsnya

Mengingat kembali dua tahun yang lalu, ketika anak kedua saya – Isma – suka berteriak atau bersuara keras kalau berbicara (meskipun jaraknya dekat).

Pertanyaannya, apakah saya panik? Oh, tentu tidak.

Pertanyaan berikutnya, pasti anak pertama seperti itu,  ya? Hehe, nggak. Justru, Jenna, anak pertama saya, lebih seperti observer. Pendiam banget sih, nggak. Tapi berteriak itu kata yang lumayan jauh dari kamus waktu membesarkannya sebagai balita.

Jadi, kemarin ada yang tanya bagaimana menangani anak yang suka berteriak di Facebook. Berhubung ini sempat terjadi pada Isma, dan alhamdulillah beberapa tipsnya berhasil, saya share aja yah sedikit …

Pada masanya Isma, saya punya 3 kamus yang udah buluk di rumah, karena belinya 8 tahun lalu. Dua kamus itu adalah  The Baby Book-nya Dr.Sears dan Nanny 911. Selain itu, saya juga sudah sempat tersentuh dakwah sunnah. Dakwah ini ternyata nyampe di nalar saya karena mungkin scientificya… berdasarkan Qur’an dan sunnah,.

Okay, bismillah… Here we go…

Sebelum menerapkan beragam tips, kita harus cari tau dulu sebabnya.

Biasanya anak usia 2-5 tahun memang masanya belajar bicara dan melampiaskan emosi secara positif. Jadi, terkadang dia lagi mengekspresikan kesetresan dia karena salah dimengerti. Atau, dia lagi belajar dari orang sekitarnya (yang suka teriak juga hehe). Atau, volume media di rumah yang keras, misal TV/ video/ game yang disetel kencang, yang otomatis buat dia ingin lebih didengar. Atau, bisa jadi memang masih belajar membedakan bagaimana berbicara di dalam atau di luar ruanganز

Tapi tips pertama yang harus bin wajib kita terapkan adalah berdoa di waktu mustajab, pas tiap sujud misalnya. Saat-saat mustajab inilah kita meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kemudahan dalam mendidik.

Next tips, kalau berdasarkan masalah, tips-tips ini ini mungkin bisa dicoba:

  1. Ketika anak merasa nggak dimengerti (lagi belajar bicara). Pas lagi teriak, tetep tenang. Ulangi dengan kalimat bervolume normal, “Kamu mau ini, De?” terus minta ia ulangi sampai tenang. Kalo dia tantrum, peluk seperti Khadijah r.a. yang menyelimuti Rasulullah ketika pertama  mendapat wahyu. She (r.a.) didn’t say a word until Rasulullah was ready to talk. Lakukan hal yang sama, peluk sampai tenang. Jangan terpancing. Kalo di psikologi barat, kalau nggak salah,  ini disebutnya Bear Hug. Kalo pas di keramaian, bawa dia ke tempat sepi. Tanggapi dan puji kalau ia bisa bicara tenang/ tanpa teriak.
  2. Matikan/ pelankan suara media. Anak sebenarnya sudah fitrah ingin didengar.
  3. Kalo masalahnya lagi belajar suara indoor/ outdoor, tinggal treatment aja. Kalo pas lagi di rumah teriak2nya (bukan pas marah2 tapinya), gendong dia keluar rumah dan bilang “Nah, kalau di luar sini, kamu boleh bersuara keras. Coba tadi mau bicara apa?” Kalau udah turun volumenya, ulangi lagi ketika masuk rumah, dan puji kalau dia berhasil menurunkan volume suaranya.\
  4. Mengendalikan respon kita. Pokoknya jangan terpancing marah/ bales teriak.
  5. Untuk long-term, kita bisa beri pengertian lewat cerita,  kompromikan dengan orang rumah (kalau ada yang suka teriak) bahwa kita lagi didik anak supaya tidak berteriak (minta mereka turunkan volume kalau bicara), puji setiap kalo anak pakai volume normal, selalu memanggil/ menghampiri anak lalu berlutut untuk berbicara dengan volume normal (untuk memberikan feeling sejajar) – bukan berbicara lintas ruangan misalnya.. Hehe.

Nah, begitulah petualangan saya sewaktu menjinakkan eh mendidik anak untuk berbicara sesuai ruang dan waktu.  Pastinya, tidak ada satu tips yang manjur, karena orang tua harus selalu mencari ilmu untuk mendidik anak-anaknya menjadi khalifah di muka bumi ini.  It takes time, and patience, but it’s all worthy, insya Allah.

 

Mierza's Own, My Reflection, Teacher's Professional Development

An Awesome Lecture

The slide was used in a training session at the Sugar Group Schools. It was shown after the audience, who was actually invited teachers, watched series of video of their alumnae telling them about the most memorable teacher and the reasons. Afterward, we shared on the ways to make our presentation look stunning and memorable for students guided by the slide below.

Mierza's Own, My Reflection, Teacher's Professional Development

Integrating Business Skills into KTSP-Based ELT

The paper was presented at the National Education Conference organized by Sampoerna School of Education, Mien R. Uno Foundation, and World Bank on December 12, 2012. It was such a remarkable experience since I got to know so many amazing people such as Taufan Garuda Putera, Lendo Novo, and lots of inspiring individuals. I was also interviewed by Kompas after my presentation as the links could be found here . Yet, to my surprised, the content was devastatingly different. Thank God there is the real-time magic of the internet. I sent my concern via Kompas.com comment section, and they finally clarified with another news that could be found  here.

Well, enough said. Hope that the slides and paper I put here will be beneficial to be used.

Mierza's Own, Teacher's Professional Development

Relevant Teaching Technique to Consider

Today seems to be an uploading workshop materials time for me as I have been uploading some, including this one, on one same day. The slide I uploaded was presented in a workshop held at Sugar Group Schools.  I shared this with the teachers who actually have known some of the teaching techniques. So, actually it is more than just a training session but also a sharing session.  Enough said, feel free to download the following slide for your purpose, then. 🙂