Homeschooling, My Reflection, Parenting

KURIKULUM UNTUK ORANG TUA (HOMESCHOOLERS) MUSLIM

KURIKULUM UNTUK ORANG TUA (HOMESCHOOLERS) MUSLIM

*Mierza ummu Abdillah*

“Cieee yang homeschooler…. masa orang tuanya perlu kurikulum?”

 Baiklah, kita bahas tentang kurikulum dulu ya. Karena kita di Indonesia, kita pakai acuan nasional, yaitu Diknas.

Kurikulum menurut UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 19 adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Garis bawahi kata TUJUAN PENDIDIKAN. Sebagai muslim, sebagai orang tua, apa tujuan kita?

Pasti udah sering mendengar ayat yang artinya iniii kaaan:

 “Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka…” (QS. At-Tahrim: 6).

love isnot enoughBagaimanakah cara melindungi ‘kita dan keluarga kita’? Cukupkah dengan cinta dan ketulusan?

Nope. Love is not enough.

Bukankah kita sudah banyak melihat contoh orang tua yang mencintai anaknya dengan tulus dan melakukan apapun yang anaknya minta atas nama cinta? Lalu bagaimana kelanjutannya? Teman-teman disini pasti tahulaah jawabannya: Iyesss… kita butuh ilmu.

Banyaaak sekali yang harus kita pelajari, dari mulai ilmu agama hingga ilmu berkomunikasi. Islam memberikan kurikulum yang ajiiib dalam soal mendidik anak  ini, terutama soal akidah sebagai ilmu pertama yang layak dikenalkan pertama kali. Singkatnya, begini ‘kurikulum dasar’ bagi orang tua sang pendidik adab yang sebenarnya bisa bertambah berlipat-lipat sesuai karakteristik keluarga:

  1. AQIDAH

Inilah modal dasar dalam mendidik, agar anak hanya menyandarkan diri kepada Allah. Memberikan hadiah tak mengapa, asal ajarkan anak meminta kepada Allah saat menjanjikannya. Disinilah kita bisa menancapkan aqidah di hati mereka.

Nabi shallallahu’alaihiwasallam telah memberi contoh dalam pondasi dalam jiwa anak. Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, yang artinya “Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah”. (HR. Tirmidzi – Hasan sahih).  Dengan terus mencamkan ini, insyaAllah ketika mereka tak bisa mendapatkan apa yang mereka mau, itulah yang terbaik dari Allah.

Lihatlah wasiat Nabi Yaqub pada surat Al Baqarah ayat 133 ketika hendak meninggal dunia. Yang ditanyakan bukan berapa nilai di ijazah atau penghasilan anak-anaknya, tapi siapa yang disembah? Bukankah kita juga tidak tahu apakah besok kita masih bisa bangun dan ‘menjaga’ anak-anak dengan semua ilmu parenting kita? Siapa lagi yang akan menjaga mereka selain yang menciptakannya?

  1. ILMU TENTANG TATA CARA IBADAH

Dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia 7 tahun. Dan pukullah mereka untuk dipaksa shalat, ketika mereka berusia 10 tahun.”(HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan al-Albani)

Hadits ini juga pasti sudah sangat dikenal. Tapi, sudahkah kita memiliki ilmu tentang bagaimana tata caranya? Atau yang penting pukul aja kalau mereka ga mau nurut shalat? Kita punya banyak waktu sebelum ‘memerintahkan mereka’, bukan? Bukankah semua setiap perkataan, perbuatan, hingga yang kita pikirkan akan dimintai pertanggungjawaban? Jadi, mari gunakan masa-masa mumayyiz mereka (di bawah 7 tahun) untuk mulai mencari ilmu yang shahih tentang cara beribadah.

  1. ILMU TENTANG AKHLAK

Oh, yaaa.. banyak sudah kita lihat di linimasa ketika selfie yang ‘tidak beradab’ bocah menjadi kekinian. L Karena itu, kita perlu sekali mempersiapkan amunisi ilmu adab bagi anak, baik itu terhadap Allah, orangtua, teman, tetangga,  dan adab sehari-hari. Sebelum mengajari mereka tentang bagaimana cara berbicara kepada orang tua, makan, minum, bertamu, berbicara, tidur, masuk kamar mandi, belajar dan banyaaak lagi… mari kita cari tahu praktek Rasulullah dan menerapkannya terlebih dulu.

  1. ILMU TENTANG DOA

Doa ini senjata orang beriman dan tentunya orangtua generasi rabbani. Sungguh hanya karena Allah segala sesuatu itu terjadi, bukan semata-mata karena kecanggihan kita mendidik anak. Ada banyak doa shahih yang bisa kita amalkan untuk kebaikan keluarga. Selain yang dicontohkan Rasulullah, beberapa doa juga terdapat di Qur’an seperti dalam doa nabi Nuh dalam surat Nuh ayat 28, doa dalam surat Al-Furqan ayat 74, dan doa nabi Ibrahim untuk anak-anaknya menjadi orang yang menegakkan shalat dalam QS. Ibrahim ayat 40.

  1. ILMU DLL, DST, DSB, DKI, DLLAJ (ABAIKAN 2 SINGKATAN TERAKHIR)

Iyesss… ada banyak ilmu yang kita butuhkan dalam mendidik generasi masa depan. You name it. Dari mulai seni  berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak, strategi menghadapi anak berdasarkan sifat dan karakternya, cara membangun PD anak, cara menumbuhkan potensi dan bakat anak, cara memotivasi, dan baaanyaaak lagi. Alhamdulillah, kita diberikan banyak kemudahan mengakses buku-buku bergizi, kajian-kajian yang mengisi hati, grup-grup pengasuhan yang memompa semangat, seminar dan workshop pengasuhan yang mencerahkan,  pengalaman-pengalaman pengasuhan yang terlihat berhasil dalam prosesnya, dan segala sumber belajar dari yang bersertifikat seperti guru beneran seperti iou.com sampai yang gratis dan menyenangkan macam coursera.

Memangnya boleh? InsyaAllah, selama tidak bertentangan dengan syariat.   Bagaimana tahunya?  Belajar media literacy – karena gak semua yang dikatakan internet itu benar.

Daaan… untuk ilmu syar’i, mari belajar dengan tahapan yang benar karena ilmu syar’i itu bertingkat-tingkat dan membutuhkan ulama yang benar-benar utuh memahaminya. Boleh intip https://klastulistiwa.com/2016/05/20/homeschoolers-pun-perlu-tahu-tahap-tahap-belajar-ilmu-syari/ untuk beberapa tahapannya.

LALU, KAPAN KURIKULUM INI BERAKHIR???

Tentunya tidak setamat SMA, S1, S2, S3, atau saat SK kerja berakhir yaaa. Ibaratnya ‘homeschooling’ itu tidak pernah berakhir. Dan kita, orang tua, adalah homeschoolers seumur hidup meski nanti anak-anak yang kita didik bukan lagi ‘homeschoolers’ di rumah kita. Mereka akan menjadi homeschoolers di rumah mereka selanjutnya.

Karena rumah adalah sekolah.

 

 

 

My Reflection

Kumpulan Video Kajian Pendidikan Anak dari Ustadz Abdullah Zaen, MA

Alhamdulillah, nemu ini bersliweran di grup dan linimasa. Siapapun yang merangkumkan, jazzakumullah khairan.

بسم الله الر حمن الر حيم

Pelajaran untuk para Orang Tua tentang Pendidikan Anak
Ada 27 Kajian yang menarik dan sangat penting bagi pertumbuhan karakter anak

Disampaikan secara apik, lugas dan jelas dari sudut pandang agama dan psikologis

Sangat dianjurkan untuk para ortu yang baru pemula mempelajari agama Islam, karena beliau cara penyampaiannya santai dan mudah dipahami..

oleh : Ustadz Abdullah Zaen, MA.
.
01 – Adil Terhadap Semua Anak (40 Menit)

.
02 – Ajarkan Quran kepada Anak (50 Menit)

.
03 – Ajarkan Bahasa Arab pada Anak (50 Menit)

.
04 – Ajarkan Hadits pada Anak (48 Menit)

.
05 – Anak adalah Amanah Allah (38 Menit)

.
06 – Anak adalah Anugrah dan Ujian (40 Menit)

.
07 – Anak dan Dasar Keilmuan (58 Menit)

.
08 – Anak dan Ilmu Dunia (46 Menit)

.
09 – Anak dan Kejujuran (55 Menit)

.
10 – Anak dan Kreatifitas (46 Menit)

.
11 – Anak dan Membaca (52 Menit)

.
12 – Anak dan Menjaga Rahasia (53 Menit)

.
13 – Anak dan Lapang Dada (50 Menit)

.
14 – Anak dan Amanah (50 Menit)

.
15 – Berikan Bingkisan Hadiah (50 Menit)

.
16 – Berikan Sambutan Hangat (43 Menit)

.
17 – Bermain dan Bercanda (50 Menit)

.
18 – Hindari Mencela Anak (56 Menit)

.
19 – Istimewakan setiap Anak (52 Menit)

.
20 – Jangan sampai Setan Menyentuh Anak (44 Menit)

.
21 – Kecupan Kasih Sayang (46 Menit)

.
22 – Permainan untuk Anak (51 Menit)

.
23 – Manfaatkan Hari Istimewa (46 Menit)

.
24 – Keminderan Anak (48 Menit)

.
25 – Menjaga Perasaan Anak (48 Menit)

.
26 – Anak Tidak Percaya Diri (43 Menit)

.
27 – Rumah adalah Sekolah (34 Menit)

Lectures of Life, Mierza's Own, Parenting

8 METODE PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

Alhamdulillah, akhirnya bisa keluar lagi untuk mengaji setelah melahirkan. Kajian dengan tema “Ibuku, Idolaku” yang disampaikan oleh Ummu Ihsan Choiriyah pada tanggal 27 Maret 2015 ini dimulai pada pukul 08.30. Ehem… dan kami pun datang jam 09.00 – terlambat 30 menit. Maklumlah adaptasi penambahan anggota baru yang mulai ikut kajian pertamanya di usianya yang 19 hari (cari alesan).

cutcastervector100823079number81Nah, dari paparan ummu Ihsan, saya mendapatkan sejata yang, subhanallah, sangat berguna dalam mendidik anak. Langsung aja ya… Berikut adalah ‘senjata’ yang saya maksud, yaitu 8 METODE PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM:

  1. METODE KETELADANAN – Yang ini mah sudah jelas. Kalau dalam bahasa Inggris kita tahu peribahasa “Action speaks loder than words”, bukankah Rasulullah adalah suri tauladan yang terbaik seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 21: “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Allah.” Akhlak dan perilaku beliau layak dijadikan contoh sehingga banyak yang jatuh cinta dengan Islam. Begitu pun ketika kita mengemban amanah sebagai ibu. Keteladanan yang baik sebagai sarana terpenting pendidikan. Karenanya, pastikan sesuai antara perkataan dan perbuatan.
  2. METODE BIMBINGAN DAN NASIHAT – Seperti yang dinasehatkan Lukman kepada anaknya. Berikanlah nasihat dengan kasih sayang. Namanya juga bocah, ya terkadang memang mereka melakukan kesalahan yang sama. Nah, disitulah kesempatan kita untuk mengulang-ulangi nasihat. Tapi, hati-hati, cari waktu bicara yang tepat, karena terlalu sering memberikan nasihat juga bisa membuat anak menjadi jenuh. Selain itu, jangan menasihati ketika kita sedang marah. Gunakan kata-kata yang sesuai serta berbicaralah kepada manusia sesuai dengan waktunya.
  1. METODE KISAH DAN CERITA – Jangankan anak-anak, ibu-ibu aja suka banget dengan metode ini. Kenapa? Karena metode ini dapat memindahkan khayalan dari kisah yang nyata. Dan dibandingkan dengan kisah-kisah dongeng yang entah pemerannya ada atau hanya di bayangan si penutur, kisah-kisah sahabat, thabi’in, atau kisah para nabi akan lebih inspirational karena itu benar-benar terjadi. Nah, pastikan ketika bercerita, sesuaikan dengan umurnya agar bisa dihubungkan dengan kondisi anak, plus berikan apresiasi jika mereka sudah melaksanakan sikap yang diceritakan.
  2. MENGAMBIL PELAJARAN DARI BERBAGAI PERISTIWA DAN KEJADIAN – Peristiwa sehari-hari akan memberikan pengaruh sikap terhadap kehidupannya. Dengan menggunakan peristiwa yang sudah mereka alami, orang tua harus jeli memilih cara menjadikannya sarana bimbingan, pengajaran, dan memperbaiki kesalahan.
  3. METODE PEMBIASAAN – Biasakan anak melakukan kebaikan. Sebab, dengan pembiasaan maka urusan yang banyak akan menjadi mudah, baik urusan agama maupun dunia. Contohnya yang gampang: bangun pagi buat shalat subuh dan membereskan mainan. 😀
  4. PANDAI MEMANFAATKAN WAKTU LUANG – Ingat hadits ini? Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi n bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. [HR Bukhari, no. 5933]. Duh, kita tidak ingin kan anak kita tumbuh sebagai manusia yang tidak bisa memanfaatkan nikmat ini. Bisa rugi dunia dan akhirat nanti…. Makanya, setiap anak sedang memiliki waktu luang, manfaatkan dengan baik. Gali potensinya (yang syar’i dan positif lho, ya) kemudian didukung.
  1. BERIKAN MOTIVASI & APRESIASI BERUPA FASILITAS/ HADIAH – Asal disesuaikan waktunya dan frekuensinya, metode ini akan mengajarkan anak untuk berusaha, insyaAllah.
  2. METODE HUKUMAN YANG SYARI – Kalau di Islam, metode hukuman itu ada, lho… Kalau jaman sekarang disebut dengan konsekuensi (padahal mah sama.. lha wong sebelum ‘dihukum’, dikasih tau ‘konsekuensi’nya di Qur’an/ hadits kok -___-). Oke, fokus! Ehem.. cara menghukum itu tidak dengan fisik lho yaaa… apalagi di wajah. Bisa contohnya dengan mendiamkan, memberi hukuman yang mendidik dan sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Tapi ingat, metode ini diambil setelah kita mencoba ketujuh metode di atas semaksimal mungkin. Seperti hadits dari Rasulullah, “Perintakanlah anak-anak kalian untuk sholat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah apabila mereka tidak mau sholat ketika berumur 10 tahun., dan pisahkan tempat-tempat tidur mereka.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Shahih Abi Daud: 509] Lha kan ada 3 TAHUN (dari usia 7 hingga 10 tahun) untuk mendidik sebelum orang tua diperbolehkan ‘memukul’. 3 tahun itu bukan waktu yang sebentar lho untuk mendisiplinkan anak.

Kemudian, sebelum daurah ditutup, Ummu Ihsan melontarkan pertanyaan “Berapa seharusnya kesetimbangan hadiah dan hukuman dalam Islam?”

Now, here’s the answer

Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]

Tuh kaan…. jadi jangan seperti pemadam kebakaran, jika anak berbuat salah baru kita heboh, tapi ketika anak berbuat baik kita diam saja. Hadits tersebut seharusnya membuat orang tua agar selalu ingat untuk memberi apresiasi positif yang lebih besar dari hukuman. Karena hadiah terbaik itu bukan barang, tapi sikap dan apresiasi.

Nah, di sesi pertanyaan, ada satu pertanyaan yang menarik yang membuat saya ingin mencatatnya. Salah satu ibu bertanya tentang kondisi anaknya yang sangat aktif. Hampir semua sekolah Islam kewalahan dan tidak sanggup ‘mendidik’ anaknya dan akhirnya satu sekolah Islam inklusif yang sesuai bujet yang menerima. Tapi dia kuatir karena ‘konten agamanya’ tidak terlalu banyak.

Jawabannya Ummu Ihsan, masyaAllah, sungguh indah… Beliau berujar bahwa orang tua harus terus memberikan yang terbaik. Berarti kondisi tersebut sudah yang terbaik bagi si anak. Kita harus ingat bahwa hidayah itu di tangan Allah. Jangan merasa mentang-mentang kita sudah memilih sekolah yang tepat, anaknya pasti akan sesuai dengan cetakan yang kita mau. Ingatlah Nabi Nuh alaihi salam, putranya tidak memeluk Islam hingga akhir hayatnya dan istrinya pun membangkang. Padahal Ia adalah seorang rasul! Jadi ingat! Kita tidak bisa terlalu menyandarkan kepada usaha kita. Segala usaha harus selalu diiringi doa yang tulus kepada Allah.

Usai daurah, saya merasa banyak peer yang harus saya kejar nih dalam mendidik anak-anak. Banyak ilmu yang tidak saya tahu ternyata… Bismillah… Maka dari itu..saya harus meniatkan diri untuk terus belajar dan mendatangi majelis ilmu. Karena dengan ilmu yang bisa diamalkan membuat kita bisa lebih baik dari sebelumnya, insya Allah.  🙂

– Catatan Mierza Miranti – http://www.klastulistiwa.com

My Reflection

I’d never let my kids riding motorcycles before they get licensed!

Being a mom who follows the rules and regularly supervise your children in Indonesia is extremely painful. You can be judged as being too strict and weird. And that is who I am, or should I say, my stereotype… right now… -___-“

Taken from johnhoban.files.wordpress.com

It started when I had to go out from a company-owned site in a remote area in Lampung, Sumatra, (since I worked there for four years) to Bogor – one of big cities in Java, Indonesia. On the first weekend after moving to this housing estate or complex, I let the children playing outside under my supervision. I thought it was safe since I did the same thing in Lampung and I also saw many children playing and running in front of their houses. But, apparently, I realized that I made a WRONG decision. Suddenly, there was a motorcycle crossing the neighborhood without realizing that there were MINI HUMANS running on the street! And guess what, seeing their body size, I guess the rider was still a middle schooler or perhaps an upper primary student. Suddenly, there were like three or more motorcycles rode by CHILDREN around that age doing the same thing! I, spontaneously, took my children away from the street and have them sit down on the porch.

I shared the incident with other moms and most of them agree that Indonesian streets (including the ones inside housing complexes) are pretty dangerous for children. They also agree that the children need thorough supervision outside the house.
The discussion grew to the topic of underage children on motorcycles which means riding them. And voila… I was declared a heretic weird mom just because I don’t let my children ride motorcycles if they haven’t got the licence to ride it. They argued that it’s the condition that force them to take the decision.

“Condition? What conditions that would make a mother allow her children risking their lives on wheels???” I asked. Well, actually my question was not that explicit. I replaced the whole sentence by only two words “What conditions?”

“It’s too far to reach my child’s school. Letting them riding their own bikes is cheaper.” said one mummy.
“It’s a lot easier than to drive them.” said the other one.
“Coz my kid asked for it. I can easily buy it with cheap installment. “

I just stunned. Stunned on the way I view myself differently that perhaps is considered weird by the other mothers. I mean… seriously! Those are excuses to teach our children to disobey the law! Let’s carefully examine the ‘conditions’.

“It’s too far to reach my child’s school. Letting them riding their own bikes is cheaper.” 
Well, for me, this reason might be true if we want to take it from a nation’s perspective. Unlike Finland, the spread of quality education is not equal from one place to another. Sometimes, a ‘good school’ is located far from one’s neighbourhood. But, then, that would be a ‘intelligent excuse’. If I were the mother of the child (and I would) I would say: WAKE UP EARLIER, AND WALK! This is a lot more humane that letting them riding bikes. Now, my whole family wake up at 4 (the latest is when we hear the subuh adzan) to get ourselves prepared. We live in a place (in Bogor) where we have to reach the nearest public transportation in 30 minutes and we survive it by walking or having ourselves driven there by the dad. I inherited this habit also form my family who believe that “Good things are earned, not asked”.

“It’s a lot easier than to drive them.”  Again, excuses. If we really want our children to succeed life, we have to be the first role model. Waking up earlier to drive or ride them to school is one way to teach them the family value and hard work.

“Coz my kid asked for it. I can easily buy it with cheap installment. ” Well, hardly to say that the danger of riba and hedonism that seems to be easily accepted is viable to be the cause of this changing mindset. Just imagine, in Indonesia, only by paying Rp 500.000 for the down payment and paying 3 YEAR installment, a person can easily take home a motorcycle by only showing his ID card! This did not happen in a long time ago when I was a teenager.

And yes, it was already mentioned that there will be time that people take riba (interest) as something normal as Hazrat Abu Hurairah r.a. reported that the Prophet said : “A time will certainly come over the people when none will remain who will not devour usury. If he does not devour it, its vapour will overtake him.” [Ahmed,Abu Dawood,Nisai,Ibn Majah] THe times when even Muslims would forget that riba is haraam since we don’t return to Qur’an and Sunnah as the Noble Qur’an – Al-Imran 3:130 “O you who believe! Eat not Riba (usury) doubled and multiplied, but fear Allaah that you may be successful.:” Sad but true, but the ease of taking riba would make people starves to reach the tertiary needs as if its their primary one.

Well, this is merely my opinion as a mom and as a muslimah. Hope we all learn to raise our children to be stong generation of the future.

Lectures of Life, My Reflection

Luqman Wisdom: The Beauty of Qur’an for Parents and Educators

I shed my tears when I read it, remembering the way I treated my beloved children. Alhamdulillah, we have these in the Qur’an… our quidance as parents and educators of the next generation of Muslims…. (Reference: http://quran.com/31/12-19)

31:12

And We had certainly given Luqman wisdom [and said], “Be grateful to Allah .” And whoever is grateful is grateful for [the benefit of] himself. And whoever denies [His favor] – then indeed, Allah is Free of need and Praiseworthy.

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

31:13
And [mention, O Muhammad], when Luqman said to his son while he was instructing him, “O my son, do not associate [anything] with Allah . Indeed, association [with him] is great injustice.”

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

31:14
And We have enjoined upon man [care] for his parents. His mother carried him, [increasing her] in weakness upon weakness, and his weaning is in two years. Be grateful to Me and to your parents; to Me is the [final] destination.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

31:15
But if they endeavor to make you associate with Me that of which you have no knowledge, do not obey them but accompany them in [this] world with appropriate kindness and follow the way of those who turn back to Me [in repentance]. Then to Me will be your return, and I will inform you about what you used to do.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
31:16
[And Luqman said], “O my son, indeed if wrong should be the weight of a mustard seed and should be within a rock or [anywhere] in the heavens or in the earth, Allah will bring it forth. Indeed, Allah is Subtle and Acquainted.
(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
31:17
O my son, establish prayer, enjoin what is right, forbid what is wrong, and be patient over what befalls you. Indeed, [all] that is of the matters [requiring] determination.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

31:18
And do not turn your cheek [in contempt] toward people and do not walk through the earth exultantly. Indeed, Allah does not like everyone self-deluded and boastful.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

31:19
And be moderate in your pace and lower your voice; indeed, the most disagreeable of sounds is the voice of donkeys.”
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Hopefully, these will be my reminder to learn to be a better parent and educator every single day. Amiin. :’)
My Reflection

Ketika Idul Fitri Menyenangkan dan Ramadhan Memberatkan

“Berapa baju lebaran yang kamu punya?” begitu kira-kira ungkapan yang sering saya dengar sewaktu dari teman, Tante, Om, atau orang dewasa lain menjelang dan di hari Idul Fitri. Sungguh saat itu saya merasa bangga ketika jumlah baju saya lebih atau setidaknya sama dengan jumlah baju yang dimiliki teman-teman atau saudara.

Idul Fitri atau lebaran identik dengan baju baru, kue, dan uang. Uang? Yup, uang! Lembaran yang didapatkan dari orang dewasa yang ditemui saat itu. Lama kelamaan, ketika mulai remaja, kebosanan pun mulai melanda. Meskipun demikian, budaya belanja, buat kue, dan ‘salam tempel’ pun masih dilakukan. Only that.

Bagaimana dengan Ramadhan? Sungguh, dari kecil hingga kuliah, yang saya pikirkan tentang Ramadhan hanyalah bulan yang berat dan membosankan yang harus dilalui hingga ‘Hari Kemenangan’. Hari dimana kita bisa memamerkan baju terbaik kita. Bulan sebelum hari menyenangkan itu, saya diwajibkan puasa, shalat tarawih, bersedekah.. dengaan alasan: arena semua melakukan itu. Jika sewaktu kecil saya melakukan itu karena hadiah, maka setelah remaja saya melakukan itu karena malu. Malu jika tidak melalukannya karena orang lain melaksanakannya. Sungguh sangat artifisial. Palsu. Saya tidak pernah tahu atau tidak peduli mengenai arti bulan Ramadhan maupun hal-hal berarti yang bisa dilakukan untuk mengisinya. I did not care at all.

Apa yang saya rasakan ketika anak-anak hingga remaja itu hampir sama dengan apa yang saya dengar di ruangan berisi puluhan remaja yang diikutkan untuk mendengarkan petuah dari seorang ustadz beberapa saat lalu di bulan. Ramadhaan tahun 2013M ini. Awal tausyiah, sang Ustadz bertanya apa makna Ramadhan dan banyak dari anak-anak yang menjawab “Ramadhan is boooring!” “Ramadhan itu berat.” “Ramadhan itu melelahkan”.

Subhanallah.. seketika saya tersentak. Saya mengingat beberapa tahun lalu ketika saya memiliki pendapat yang sama. Bedanya dengan saat itu, tidak ada orang dewasa yang bertanya demikian dan saya pun hanya berani berkata demikian kepada teman terdekat saja. Seingat saya, jarang atau malah sama sekali tidak ada penguatan mengenai keutamaan Ramadhan. Kalaupun ada, sepertinya hanya karena orang dewasa tersebut hanya menunaikan kewajiban. Mereka tidak (mau) menemukan cara agar Mierza kecil itu tau arti Ramadhan.

Ya Rabb… itu membuat saya takut dengan amanah yang saya emban sebagai ibu dan guru. Sungguh saya takut apa yang saya lakukan itu belum cukup untuk memahamkan arti dan keutamaan Ramadhan bagi seoramg Muslim.

Sungguh, saya takut telah menyia-nyiakan masa muda anak-anak kandung dan didik saya. Bukankah Rasulullah telah bersabda:

“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai dia ditanya tentang empat perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, (3) tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan (4) untuk apa dia belanjakan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2417, dan beliau berkata: “Hadits hasan shahih.” Diriwayatkan juga dari sahabat Abu Barzah Nadhlah bin ‘Ubaid Al-Aslamiz, dan diriwayatkan Al-Khathib dalam kitab Iqtidha’ Al-’Ilmi Al-’Amal. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2417. Beliau juga berkata dalam Ash-Shahih Al-Jami’ hadits no. 7300: “Shahih”, dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah hadits no. 9461).

Namun tentunya Allah memberikan orangtua dan guru ketakutan agar bisa menjadi hamba yang kebih kuat. Seharusnya ketakutan ini menjadi senjata yang maha dahsyat untuk mentransformasi orang dewasa manapun – termasuk saya – untuk mencari terus jalan terbaik dalam memahamkan Islam kepada para khalifah masa depan: anak-anak kita. Ketakutan seharusnya menjadi pecut bagi para caretaker untuk mencari ilmu yang syar’i dalam memahamkan pengertian tentang Islam yang benar kepada anak-anak.

Bersambung ke bagian 2: Mendidik anak memahami Islam yang kaffah.