***SUMBER: KAJIAN WA BELAJAR TAUHID PERTEMUAN KETIGA***
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
✅1. 👉🏻 Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadi Pelindung anda di dunia dan akhirat serta agar anda diberkahi dimanapun berada.
✅2. 👉🏻 Saudaraku, ketahuilah keberkahan hidup hanya dapat diraih dengan menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang benar-benar bertauhid kepada Nya.
✅3. 👉🏻 Kami juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar anda dijadikan orang yang apabila mendapat nikmat pandai bersyukur, jika mendapat ujian mampu bersabar serta jika melakukan perbuatan dosa segera memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.
✅4. 👉🏻 Ketiga hal tersebut merupakan tiga tanda kebahagian seorang hamba, sekaligus ciri seorang hamba Allah yang benar-benar merealisasikan tauhid kepada Nya.
✅5. 👉🏻 Ketahuilah Saudaraku, poros dakwah para Nabi ‘alaihimussalam adalah satu. Sebagaimana termaktub dalam sebuah hadits Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Sallam,
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Para Nabi saudara seayah, ibu mereka berbeda namun agama mereka satu”.(HR. Bukhari)
✅6. 👉🏻 Sungguh Allah ‘Azza wa Jalla telah menjadikan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sebagai contoh bagi Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami (Allah) wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan dia tidak termasuk orang-orang yang berbuat kemusyrikan”. (QS. An Nahl : 123).
✅7. 👉🏻 Allah ‘Azza wa Jalla menyebut Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan sebutan hanif. Karena beliau hanya menyembah Allah dan berlepas diri dari segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Tabaraka wa Ta’ala.
✅8. 👉🏻 Ketahuilah wahai saudaraku, semua yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan tidak mungkin sia-sia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengabarkan perkataan orang-orang yang memiliki akal.
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
“Wahai Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia”. (QS. Ali ‘Imran: 191).
✅9. 👉🏻 Apakah kita mengira kita manusia diciptakan sia-sia ? Dibiarkan begitu saja ?
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira kami biarkan mereka sia-sia”. (QS. Al Qiyamah: 36).
Mujahid, Al-Imam Syafi’i dan ‘Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam rahimahumullah menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan, “Apakah manusia mengira mereka dibiarkan sia-sia” yaitu tidak diperintahkan dan dilarang ? (Tafsir Ibnu Katsir)
✅10. 👉🏻 Maka tentulah dalam penciptaan kita terdapat tujuan yang sangat mulia yaitu agar kita benar-benar bertauhid kepada Sang Pencipta yaitu Allah ‘Azza wa Jalla.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku (Allah) menciptakan seluruh manusia dan jin melainkan untuk bertauhid/beribadah kepada Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).
✅11. 👉🏻 Ketika kita telah mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita untuk hanya beribadah kepada Nya. Maka ketahuilah bahwa ibadah tidaklah disebut, tidaklah teranggap sebagai ibadah melainkan harus disertai tauhid.
✅12. 👉🏻 Sebagaimana shalat tidak disebut, tidak dianggap shalat melainkan sebelumnya harus disertai dengan thoharah /bersuci.
✅13. 👉🏻 Kedua hal ini merupakan hal yang disepakati para ulama berdasarkan dalil dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Sallam.
✅14. 👉🏻 Demikianlah, apabila syirik menyusup masuk dalam ibadah maka ibadah tersebut akan rusak, batal dan tidak teranggap. Sebagaimana jika seseorang yang telah bersuci mengeluarkan hadats.
✅15. 👉🏻 Saudaraku, ketika anda telah mengetahui apabila syirik bercampur dalam ibadah maka dia akan merusak ibadah anda, membatalkan amalan anda serta menjadikan pelakunya kekal di neraka.
Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa : 48).
✅16. 👉🏻 Saudaraku, mengetahui kesyirikan merupakan sebuah hal yang sangat penting agar anda terlepas, terbebas dari kemusyrikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
✅17. 👉🏻 Salah satu cara termudah bagi anda untuk memahami kesyirikan adalah dengan memahami empat point yang akan disebutkan.
✅18. 👉🏻 Point Pertama, ‘Ketahuilah bahwa orang-orang kafir yang Nabi Shallalahu ‘alaihi wa Sallam diperintahkan untuk memeranginya, mereka adalah orang-orang yang mengakui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta dan Pengatur alam semesta. Namun semata-mata sekedar pengakuan ini semata tidak dapat memasukkan mereka ke dalam Islam’.
✅19. 👉🏻 Artinya mereka paham, mengerti betul bahwa berhala, patung, batu, pohon yang mereka sembah itu bukan pencipta mereka. Mereka bukanlah sedungu apa yang kita bayangkan. Mereka benar-benar paham bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala satu-satunya Pencipta Alam Semesta yang termasuk di dalamnya manusia.
✅20. 👉🏻 Namun sayang wahai saudaraku, sebatas ini keyakinan mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla belumlah cukup untuk memasukkan mereka ke dalam Islam melainkan tetap dianggap di atas kekafiran.
✅21. 👉🏻 Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam agar bertanya sekaligus berargumentasi dengan mereka.
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah (Muhammad kepada mereka), “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mampu mengeluarkan sesuatu yang hidup dari yang mati dan yang mampu mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ?” Maka mereka akan menjawab, “Allah”. Maka katakanlah (kepada mereka), “Mengapa kamu tidak hanya beribadah/menyembah kepada Nya ?”. (QS. Yunus [10] : 31).
✅22. 👉🏻 Demikianlah juga dengan orang-orang setelah mereka. Apabila keyakinan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baru sebatas mengakui bahwa hanya Allah satu-satunya Pencipta Alam Semesta. Maka itu belum cukup untuk menjadikannya seorang muslim. Hingga dia hanya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meniadakan selain Nya. Barulah dia teranggap sebagai seorang muslim hakiki.
✅23. 👉🏻 Artinya ketika seseorang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Jika yang dia maksudkan adalah tidak ada Pencipta, Pengatur dan Penguasa Alam Semesta kecuali Allah. Maka hal itu belumlah cukup memasukkan ke dalam Islam. Hingga dia benar-benar menyakini bahwa tidak ada sesuatu yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berlepas diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
💐 Alhamdulillaahilladzii bini’matihi tatimmush shaalihaat
(Segala puji bagi Allaah yang dengan nikmat-Nya lah segala kebaikan menjadi sempurna)
✒ Tim Indonesia Bertauhid
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
——————————————————————————————————————————
Ziyadah Satu
Mengenal Allah dan Rajin Ibadah
Kaum muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam yang haq. Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan kelemahan umat Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat kejahiliyahan yang menimpa bangsa Arab di masa silam. Mereka menyangka bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah orang-orang yang tidak beribadah kepada Allah sama sekali. Atau lebih parah lagi mereka mengira bahwasanya kaum kafir Quraisy adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya Allah [?!] Duhai, tidakkah mereka memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah yang tercatat rapi dalam kitab-kitab hadits ?
Kaum Kafir Quraisy Betul-Betul Mengenal Allah
Janganlah terkejut akan hal ini, cobalah simak firman Allah ta’ala,
Dalil pertama, Allah ta’alaberfirman,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”(QS. Yunus [10]: 31)
Dalil kedua, firman Allahta’ala,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)
Dalil ketiga, firman Allahta’ala,
لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. al-’Ankabut: 63)
Dalil keempat, firman Allahta’ala,
أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. an-Naml: 62)
Perhatikanlah! Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang musyrik itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah katakan terhadap mereka,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)
Ibnu Abbas mengatakan, “Di antara keimanan orang-orang musyrik: Jika dikatakan kepada mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi, dan gunung?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’. Sedangkan mereka dalam keadaan berbuat syirik kepada-Nya.”
‘Ikrimah mengatakan,”Jika kamu menanyakan kepada orang-orang musyrik: siapa yang menciptakan langit dan bumi? Mereka akan menjawab: Allah. Demikianlah keimanan mereka kepada Allah, namun mereka menyembah selain-Nya juga.” (Lihat Al-Mukhtashor Al-Mufid, 10-11)
Syaikh Shalih Al-Fauzanhafizhahullah menjelaskan bahwa kaum musyrikin pada masa itu mengakui Allahsubhanahuwata’ala adalah pencipta, pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya. Mereka meyakini di tangan Allah lah terletak kekuasaan segala urusan, dan tidak ada seorangpun diantara kaum musyrikin itu yang mengingkari hal ini (lihatSyarh Kitab Kasyfu Syubuhaat) Dan janganlah anda terkejut apabila ternyata mereka pun termasuk ahli ibadah yang mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada Allahta’ala.
Kafir Quraisy Rajin Beribadah
Anda tidak perlu merasa heran, karena inilah realita. Syaikh Muhammad At Tamimirahimahullahmenceritakan bahwasanya kaum musyrikin yang dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah haji, bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik juga berhaji dan melakukan thowaf adalah dalil berikut.
Dan telah menceritakan kepadaku Abbas bin Abdul ‘Azhim Al Anbari telah menceritakan kepada kami An Nadlr bin Muhammad Al Yamami telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami Abu Zumail dari Ibnu Abbas ia berkata; Dulu orang-orang musyrik mengatakan; “LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA (Aku memenuhi panggilanMu wahai Dzat yang tiada sekutu bagiMu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ فَيَقُولُونَ إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ
“Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tapi mereka meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA TAMLIKUHU WAMAA MALAKA (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak menguasai).” Mereka mengatakan ini sedang mereka berthawaf di Baitullah. (HR. Muslim no. 1185)
Mengomentari pernyataan Syaikh Muhammad At Tamimi di atas, Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamadalah kaum yang beribadah kepada Allah, akan tetapiibadah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri dengan syirik akbar. Sama saja apakah sesuatu yang diibadahi disamping Allah itu berupa patung, orang shalih, Nabi, atau bahkan malaikat. Dan sama saja apakah tujuan pelakunya adalah demi mengangkat sosok-sosok tersebut sebagai sekutu Allah atau bukan, karena hakikat perbuatan mereka adalah syirik. Demikian pula apabila niatnya hanya sekedar menjadikan sosok-sosok itu sebagai perantara ibadah dan penambah kedekatan diri kepada Allah. Maka hal itu pun dihukumi syirik (lihatSyarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dua Pelajaran Berharga
Dari sepenggal kisah di atas maka ada dua buah pelajaran berharga yang bisa dipetik.Pertama; pengakuan seseorang bahwa hanya Allah lah pencipta, pemberi rezki dan pengatur segala urusan tidaklah cukup untuk membuat dirinya termasuk dalam golongan pemeluk agama Islam. Sehingga sekedar mengakui bahwasanya Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa dan pengatur belum bisa menjamin terjaganya darah dan hartanya. Bahkan sekedar meyakini hal itu belum bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan Allah.
Kedua; apabila peribadatan kepada Allah disusupi dengan kesyirikan maka hal itu akan menghancurkan ibadah tersebut. Oleh sebab itu ibadah tidak dianggap sah apabila tidak dilandasi dengan tauhid/ikhlas (lihatSyarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dengan demikian sungguh keliru anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwasanya tauhid itu cukup dengan mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan dengan modal anggapan yang terlanjur salah ini maka merekapun bersusah payah untuk mengajak manusia mengenali bukti-bukti alam tentang keberadaan dan keesaan wujud-Nya dan justru mengabaikan hakikat tauhid yang sebenarnya. Atau yang mengatakan bahwa selama orang itu masih mengucapkan syahadat maka tidak ada sesuatupun yang bisa membatalkan keislamannya. Atau yang membenarkan berbagai macam praktek kesyirikan dengan dalih hal itu dia lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Atau yang mengatakan bahwa para wali yang sudah meninggal itu sekedar perantara untuk bisa mendekatkan diri mereka yang penuh dosa kepada Allah yang Maha Suci. Lihatlah kebanyakan praktek kesyirikan yang merebak di tengah-tengah masyarakat Islam sekarang ini, maka niscaya alasan-alasan semacam ini -yang rapuh serapuh sarang laba-laba- yang mereka lontarkan demi melapangkan jalan mereka untuk melestarikan tradisi dan ritual-ritual syirik.
‘Kita ‘Kan Tidak SebodohKafir Quraisy’
Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,“Jangan samakan kami dengan kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini beragama Islam, kami cinta Islam, kami cinta Nabi, dan kami senantiasa meyakini Allah lah penguasa jagad raya ini, tidak sebagaimana mereka yang bodoh dan dungu itu!” Allahu akbar, hendaknya kita tidak terburu-buru menilai orang lain bodoh dan dungu sementara kita belum memahami keadaan mereka. Saudaraku, cermatilah firman Allah ta’ala,
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
“Katakanlah; ‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’”(QS. Al-Mu’minuun: 84-89)
Nah, ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan kepada kita tentang realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy dahulu. Meyakini tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah tidak ada artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada orang-orang yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik haji akan tetapi mereka justru berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani. Maka sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum musyrikin Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar pemberi syafaat dan perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka jadikan perantara itu bukanlah pencipta, penguasa jagad raya dan pemeliharanya. Sungguh persis kesyirikan hari ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin berkomentar, “Akan tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih Al-Fauzan menjawab,“Maka kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak disebut muslim, lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita sebut sebagai muslim juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak memiliki pemahaman ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena sesungguhnya dia sendiri tidak mengerti hakikat tauhid”(lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi dan Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
http://indonesiabertauhid.com/kafir-quraisy-juga-mengenal-allah-dan-rajin-ibadah/
〰
———————————————————————————————————————〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
ZIYADAH 2
Membekali Diri Dengan Tauhid
Pengertian Tauhid
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rahimahullah– memaparkan bahwa kata tauhid secara bahasa adalah kata benda yang berasal dari perubahan kata kerja wahhada – yuwahhidu yang bermakna menunggalkan sesuatu. Sedangkan dalam kacamata syari’at, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat (Al Qaul Al Mufid, 1/5)
Syaikh Hamad bin ‘Atiq menerangkan bahwa agama Islam disebut sebagai agama tauhid disebabkan agama ini dibangun di atas pondasi pengakuan bahwa Allah adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, baik dalam hal kekuasaan maupun tindakan-tindakan. Allah Maha Esa dalam hal Dzat dan sifat-sifat-Nya, tiada sesuatu pun yang menyerupai diri-Nya. Allah Maha Esa dalam urusan peribadatan, tidak ada yang berhak dijadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya. Tauhid yang diserukan oleh para Nabi dan Rasul telah mencakup ketiga macam tauhid ini (rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat). Setiap jenis tauhid adalah bagian yang tidak bisa dilepaskan dari jenis tauhid yang lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang mewujudkan salah satu jenis tauhid saja tanpa disertai dengan jenis tauhid lainnya maka hal itu tidak mungkin terjadi kecuali disebabkan dia tidak melaksanakan tauhid dengan sempurna sebagaimana yang dituntut oleh agama (Ibthal At Tandid, hal. 5-6)
Syaikh Muhammad bin Abdullah Al Habdan menjelaskan bahwa tauhid itu hanya akan terwujud dengan memadukan antara kedua pilar ajaran tauhid yaitu penolakan (nafi) dan penetapan (itsbat). ‘La ilaha’ adalah penafian/penolakan, maksudnya kita menolak segala sesembahan selain Allah. Sedangkan ‘illallah’ adalah itsbat/penetapan, maksudnya kita menetapkan bahwa Allah saja yang berhak disembah (At Taudhihat Al-Kasyifat, hal. 49)
Tauhid dan Iman Kepada Allah
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan –hafizhahullah- menjelaskan bahwa hakekat iman kepada Allah adalah tauhid itu sendiri. Sehingga iman kepada Allah itu mencakup ketiga macam tauhi yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat (Al Irsyad ila Shahih Al I’tiqad, hal. 29). Di samping itu, keimanan seseorang kepada Allah tidak akan dianggap benar kalau hanya terkait dengan tauhid rububiyah saja dan tidak menyertakan tauhid uluhiyah. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kaum musyrikin dahulu yang juga mengakui tauhid rububiyah. Meskipun demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi dan mengajak mereka untuk bertauhid. Hal itu dikarenakan mereka tidak mau melaksanakan tauhid uluhiyah.
Urgensi Tauhid Bagi Setiap Insan
Kepentingan manusia untuk bertauhid sungguh jauh berada di atas kepentingan mereka terhadap makanan, minuman atau tempat tinggal. Kalau seseorang tidak makan atau minum, akibat terburuk yang dialami hanyalah sekedar kematian. Namun, kalau seseorang tidak bertauhid barang sekejap saja dan pada saat itu dia meninggal dalam keadaan musyrik, maka siksaan yang kekal di neraka sudah siap menantinya.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّه ُمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah (dalam beribadah) maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka…”(QS. al-Ma’idah [5]: 72)
Bahkan amalnya yang bertumpuk-tumpuk selama hidup pun akan menjadi sia-sia apabila di akhir hidupnya dia telah berbuat syirik kepada Rabb-nya dan belum bertaubat darinya. Allah ta’ala berfirman,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Sungguh, jika kamu berbuat syirik, akan lenyaplah semua amalmu, dan kamu pasti akan tergolong orang yang merugi.” (QS. az-Zumar [39]: 65)
Dan, kalaulah kita mau merenungkan untuk apa kita diciptakan di alam dunia ini niscaya kita akan memahami betapa agung kedudukan tauhid dalam hidup ini. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(QS. adz-Dzariyat [51]: 56). Makna beribadah kepada Allah di sini adalah mentauhidkan Allah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah– mengatakan, “Apabila engkau telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan dirimu untuk beribadah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah tidak akan disebut sebagai ibadah (yang hakiki) apabila tanpa disertaitauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak disebut sebagai sholat jika tidak disertai dengan thaharah (bersuci). Maka apabila syirik merasuk ke dalam suatu ibadah, niscaya ibadah itu menjadi batal. Sebagaimana hadats jika terjadi pada (orang yang sudah melakukan) thaharah…” (Majmu’ah Tauhid, hal. 7)
Terkait dengan pentingnya tauhid ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya kebutuhan hamba untuk senantiasa beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya merupakan kebutuhan yang tak tertandingi oleh apapun yang bisa dianalogikan dengannya. Akan tetapi, dari sebagian sisi ia bisa diserupakan dengan kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman. Di antara keduanya sebenarnya terdapat banyak sekali perbedaan. Karena sesungguhnya jati diri seorang hamba adalah pada hati dan ruhnya. Padahal, tidak ada kebaikan hati dan ruh kecuali dengan (pertolongan) Rabbnya, yang tiada ilah (sesembahan) yang benar untuk disembah selain Dia. Sehingga ia tidak akan bisa merasakan ketenangan kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya seorang hamba bisa memperoleh kelezatan dan kesenangan dengan selain Allah maka hal itu tidak akan terus menerus terasa. Akan tetapi, ia akan berpindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dari satu individu ke individu yang lain. Adapun Rabbnya, maka dia pasti membutuhkan-Nya dalam setiap keadaan dan di setiap waktu. Di mana pun dia berada maka Dia (Allah) senantiasa menyertainya.” (Majmu’ Fatawa, I/24. Dikutip dengan perantara Kitab TauhidSyaikh Shalih al-Fauzan, hal. 43)
Siapa yang merasa tauhidnya sudah hebat?!
Allah ta’ala mengisahkan do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di dalam ayat-Nya
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” (QS. Ibrahim [14]: 35)
Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah yang lebih merasa aman dari bencana kesyirikan selain Ibrahim[?]”
Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah– mengatakan, “Tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan selain orang yang bodoh terhadap syirik dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.” (Fathul Majid, hal. 72)
Demikianlah sekilas mengenai pentingnya tauhid dalam kehidupan kita. Semoga kita tergolong hamba-hamba yang mentauhidkan Allah dengan sebenar-benarnya. Kalau orang semulia Nabi Ibrahim‘alaihis salam saja masih takut terjerumus syirik, lalu bagaimana lagi dengan orang seperti kita. Wallahul musta’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
http://indonesiabertauhid.com/membekali-diri-dengan-tauhid/
——————————————————————————————————————————–〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
ZIYADAH 3
Mari Tinjau Kembali Istilah tentang Tauhid
#IndonesiaBertauhid
-Bro, pernah dengar gak ungkapan:
“Jangan syiriklah (iri) dengan keberhasilan gue”
“kalau saya sih gak munafik, butuh uang juga”
-Dalam istilah syariat kata: syirik dan munafik itu agak berbeda maknanya
-Begini bro, sebenarnya masalah istilah dan ungkapan jika sesuai dengan maksud bahasa itu sendiri gak masalah
-Kalau memang makna bahasa untuk masyarakat itu, makna syirik adalah iri dan dipahami mereka seperti itu, maka tidak masalah, ya karena itu bahasa mereka
-Akan tetapi yang menjadi masalah jika kita sebagai seorang muslim tidak paham makna ini secara syariat atau malah bisa bercampur sehingga mengkaburkan makna syariatnya
-Istilah Syirik dan munafik ini diajarkan dalam pelajaran TAUHID
-Syirik dalam makna syariat adalah lawan dari TAUHID yang bermakna menyekutukan Allah dalam hak-hak khusus Allah berupa ibadah, Syirik adalah larangan terbesar dalam agama
-Sedangkan munafik dalam syariat, ada dua yaitu:
1. Munafik i’tiqadiy (amalan Hati)
ada yang menyebutnya juga nifak akbar yang bisa membuat pelakunya keluar dari Islam dan mendapat adzab yang paling berat melebihi siksaan orang kafir di akhirat
Contoh nifak i’tiqodi:
-Mendustakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
-Mendustakan sebagian ajaran Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam
-Benci pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
-Benci pada sebagian ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
-Senang melihat agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam direndahkan
-Tidak senang jika agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan kemenangan
JADI JANGAN SAMPAI KITA TIDAK SENANG ATAU TIDAK RIDHA DENGAN SATUPUN AJARAN ISLAM
Misalnya mungkin dia berat memakai jilbab, tetapi masih yakin bahwa itu wajib, hanya malas saja, maka tidak masuk munafik i’tiqadiy ini
Justru yang berjilbab, tetapi hatinya senang dengan hancurnya Islam, dialah munafik i’tiqady
2. Munafik amaliy (perbuatan)
ini tidak sampai mengeluarkan dari agama Islam, masih tetap muslim hanya saja diminta agar taubat nashuha dan bersungguh-sungguh dalam taubat
Contohnya sebagaimana hadits :
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ، إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
”Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga :
(1)Jika berbicara berdusta
(2) jika berjanji tidak menepati
(3) dan jika dipercaya dia berkhianat”
(HR. Bukhari dan Muslim)
dan dalam riwayat lain disebutkan :
وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ
”(4) Jika berselisih, maka dia akan berbuat dhalim,
(5) dan jika berjanji dia melanggar”.
-Semoga kita dijauhi dari sifat munafik karena para sahabat sangat dan orang shalih sangat khawatir terjerumus dalam hal ini
Penyusun: Raehanul Bahraen
indonesiabertauhid.com/mari-tinjau-kembali-istilah-tentang-tauhid/
——————————————————————————————————————————- 〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Soal Latihan BETAH Pekan 3
❗📑Sekedar Pengakuan Allah Adalah Pencipta Dan Pemberi Rezeki Saja Tidak Cukup 📑❗
1⃣. Apa tiga tanda kebahagiaan Seorang hamba?
2⃣. Apa yang dimaksud dengan hanif ?
3⃣. Apakah tujuan penciptaan manusia ? Mana dalilnya.
4⃣. Sebutkan contoh-contoh sifat kemunafikan yang mengeluarkan dari Islam .
5⃣. Apa yang dimaksud dengan makna tauhid secara syariat ?
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Jawaban Latihan Pekan 3
❗📑Sekedar Pengakuan Allah Adalah Pencipta Dan Pemberi Rezeki Saja Tidak Cukup 📑❗
1⃣. Bersyukur jika mendapat nikmat, bersabar jika mendapat musibah, bertaubat jika bermaksiat.
2⃣. Hanya menyembah Allah dan berlepas diri dari peribadatan kepada selainNya.
3⃣. Untuk beribadah kepada Allah semata. Adz Dzariyat : 56
4⃣. Mendustakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
❗Mendustakan sebagian ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
❗Benci pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
❗Benci pada sebagian ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
❗Senang melihat agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam direndahkan
❗Tidak senang jika agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan kemenangan
5⃣. Mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat (Al Qaul Al Mufid, 1/5)
_Jazaakumullaahu khayran ‘alaa ihtimaamikum_
(Semoga Allaah membalas kalian dengan kebaikan atas perhatian kalian)
🌏Dengan Tauhid, Masuk Surga Sekeluarga🌎