My Reflection

ANALISA PENERAPAN SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER DALAM PROGRAM E-KTP

Tulisan ini sebenarnya merupakan tugas kuliah studi magister saya. Tapi, setelah dibaca ulang, ada beberapa ide nyeleneh yang ingin saya bagian di klastulistiwa.com. Siapa tahu ada yang tertarik dan iseng mengaplikasikan atau meneliti apa yang sudah saya tuliskan disini. Daaan…. berhubung plagiarisme sedang laris-larisnya, maka sebagai penulis, saya perkenankan mengutip tulisan ini asalkan menuliskan nama saya *uhuk* dan sumbernya (klastulistiwa.com).  

 

A.    PENDAHULUAN

Indonesia dengan segala keunikan di dalamnya menyimpan potensi yang sangat kaya untuk dikelola dan diadministrasi. Potensi itu bernama Sumber Daya Manusia. Menurut Badan Pusat Statistik dari hasil sensus terakhir yang dilakukan pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut mencapai 237.556.363 orang. Hasil pendataan terakhir yang berjarak dua tahun hingga makalah ini dibuat tentunya sulit untuk dijadikan tolak ukur keadaan penduduk saat ini. Selain itu, pemerintah juga mengalami masalah dalam sistem pencatatan kependudukan dan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) tradisional. Kelemahan sistem ini yaitu adanya kesempatan untuk menggandakan identitas untuk beragam alasan.

 

Untuk menangani masalah di atas, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan Februari 2011 meluncurkan program e-KTP.  KTP elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi berbasis data kependudukan nasional (KEMENDAGRI, 2011). Seperti tujuan akhirnya, dengan dukungan teknologi informasi, data-data penduduk yang cepat, tepat, dan akurat  dapat segera diolah dan digunakan untuk berbagai hal yang diperlukan  (Pratondo & Supangkat, 2008).

 

Tulisan ini, karenanya, akan menganalisa penerapan sistem informasi berbasis komputer atau yang biasa dikenal sebagai CBIS (Computer Based Information System). Didalamnya terdapat proses mengintegrasikan sumber daya fisik dan logis, kombinasi dari manusia, fasilitas teknologi, media, prosedur dan pengendalian informasi (Furqon, 2011) dalam konteks pendataan penduduk Indonesia. Selain itu, makalah ini akan berfokus pada pemaparan kelebihan dan kekurangan e-KTP  dibandingkan sistem konvensional, keberadaan dukungan kedelapan elemen lingkungan terhadap program tersebut, strategi operasional yang dipilih dan pengelolaan sistem informasi sumber daya informasi (IRIS), serta analisa kelayakan penerapan CBIS. Di akhir makalah, terdapat kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisa penulis.

 

 

 

B.   ANALISIS

1. Kelebihan dan Kekurangan Program KTP Elektronik dibandingkan KTP Biasa

KTP elektronik atau yang dikenal dengan nama e-KTP merupakan usaha pemerintah untuk mendokumentasikan data penduduk yang akurat sesuai dengan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menjadi payung hukumnya  (KEMENDAGRI, 2011).

Untuk mendapatkan e-KTP, pemohon yang sudah memenuhi syarat, membawa dokumen yang diperlukan serta surat panggilan ke tempat pelayanan. Disini, petugas melakukan verifikasi data dengan menggunakan basis data kependudukan untuk menghindari penggandaan dan pemalsuan. 

Mengenai perbedaan dengan jenis kartu identitas dan cara pendataan sebelumnya, yang disebut dengan program KTP nasional 2004, dapat dilihat pada tabel berikut ini yang diambil dari situs resmi e-KTP:

Jenis KTP

Karakteristik

Teknologi

Validitas/Verifikasi

KTP Nasional 2004

Foto dicetak pada kartu

Tanda tangan/ cap jempol

Data tercetak dengan komputer

Berlaku nasional

Tahan lebih lama

Bahan terbuat dari plastik

Nomor serial khusus

Gulloche Patterns pada kartu

Hanya untuk keperluan ID

Pemindaian foto dan tanda tangan/cap jempol

Pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat terendah RT/RW dan seterusnya

E-KTP

Foto dicetak pada kartu

Data tercetak dengan komputer

Berlaku nasional

Mampu menyimpan data

Data dibaca/ditulis dengan pembaca kartu (card reader)

Bahan terbuat dari PVC/PC

Nomor serial khusus

Gulloche Patterns pada kartu

Pemindaian foto dan tanda tangan/cap jempol

Terdapat mikrochip sebagai media penyimpan data

Menyimpan data sidik jari biometrik sebagai satu identifikasi unik personal

Mampu menampung seluruh data personal yang diperlukan dalam multi aplikasi.

Pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat terendah RT/RW dan seterusnya

Multi aplikasi

Diterima secara internasional

Tidak bisa dipalsukan

Hanya satu kartu untuk satu orang

Satu orang satu kartu

Tingkat kepercayaan terhadap keabsahan kartu sangat tinggi.

Program ini diluncurkan dengan beberapa kelebihan yang diusung, seperti yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di situs resmi e-KTP (2011). Satu diantaranya adalah identitas jati diri tunggal dengan menggunakan satu nomor kependudukan untuk satu orang yang tidak dapat dipalsukan maupun digandakan. Kartu ini juga direncanakan untuk dapat dipakai sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting).

Sementara untuk kelemahan program ini, beberapa diantaranya dapat dianalisa dari beberapa studi mengenai penerapan e-Public services, e-ID, dan e-Government di beberapa negara berkembang. Hasil studi penerapan CIT di Bangladesh (Imran, 2009 dalam  Ray, 2011) menemukan bahwa kunci kelemahan penerapan berada pada lemahnya skill dan attitude para administrator dan penduduk itu sendiri. Sementara itu, studi yang lain menyimpulkan bahwa kelemahan sistem ini dapat terjadi lebih parah dikarenakan kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintahan yang bekerja sama dalam program ini, kurangnya pengetahuan dan keahlian menggunakan perangkat yang diperlukan, serta kualitas kecepatan jaringan (Joia,2007; Lam, 2005; Zaed, 2007 dalam  Ray, 2011). Di Indonesia, ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaan e-KTP. Di antaranya adalah kurangnya sumber daya manusia atau pengelola yang diperlukan serta kesadaran masyarakat yang berhubungan erat dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah (Pikiran Rakyat, 2012).

 

2. Dukungan Elemen Lingkungan Terhadap Program e-KTP

Tidak terelakan bahwa pelaksanaan program e-KTP maupun program-program yang melibatkan sistem informasi berbasis komputer memerlukan dukungan elemen lingkungan. McLeod(2001) dalam Daniel & Supratiwi (2011) mengelompokan elemen-elemen pendukung ini menjadi kelompok konsumen, supplier, kelompok serikat pekerja, institusi keuangan, pemegang saham, dan institusi pemerintah.

Selain itu, proyek-proyek semacam ini yang dikelola pemerintah harus mempertimbangkan tiga dimensi utama e-government yaitu government-to-citizen (G2C), government-to-government (G2G), dan government-to-business (G2B) (Afisco & Soliman, 2006 dalam  Alzahrani, 2012).

Dalam dimensi government-to-citizen (G2C), banyak kesempatan mengembangkan hubungan dari sekedar hanya memberikan informasi pemerintahan. Rencana e-voting yang disebutkan sebelumnya harus direncanakan dan dipersiapkan dengan matang sebelum pelaksanaan. Hal yang telah dilakukan pemerintah sebelum pelaksanaan yaitu sosialisasi mengenai keuntungan program dan pelatihan pengggunaan perangkat.

Dimensi yang kedua yaitu government-to-government (G2G). Sebagian dari aspek ini yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu oleh Departemen Dalam Negeri dan Departemen Komunikasi dan Informasi. Inisiatif dalam penggunaan sistem teknologi informasi harus dibuka seluas mungkin untuk mempermudah komunikasi kedua departemen ini. Selain itu, banyak saluran yang dapat bisa dibuka di antara departemen-departemen lain dalam pemerintahan untuk mencapai rencana jangka panjang yang telah ditetapkan, yaitu memaksimalkan fungsi e-KTP menjadi lebih dari sekedar kartu identitas (KEMENDAGRI, 2011).

Dimensi yang terakhir yaitu government-to-business juga harus diperhatikan karena kemudahan dalam birokrasi menjadi nilai tambah G2B untuk dapat mendukung keberhasilan program e-KTP. Seperti yang dicetuskan dalam situs resmi e-KTP (2011) bahwa generasi kedua sistem tersebut akan memasukan fungsi e-Health yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan, pemerintah harus memastikan efisiensi komunikasi dapat terlaksana di antara lembaga-lembaga yang berkepentingan.

Hingga saat ini memang masih banyak kendala dalam pelaksanaan e-KTP. Namun, hambatan-hambatan ini dapat diatasi dengan analisa dukungan elemen lingkungan serta dimensi penerapan e-government yang cermat serta aplikasi di lapangan.

 

3.  Strategi Operasional yang Digunakan

Pada tahun 2011, sudah tercatat 197 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia yang menanda tangani MoU pelaksanaan program e-KTP. Sedangkan pada tahun 2012, diperkirakan sejumlah 329 lagi yang akan menyusul (Rifnaldi, 2011). Dengan letak geografis Indonesia yang berpulau-pulau, sepertinya pemerintah penyelenggara memilih strategi global sebagai strategi operasionalnya.

Disini, pemerintah pusat, dengan berpayungkan UURI Nomor 23 Tahun dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009, mengatur pelaksanaan program e-KTP untuk tiap daerah pelaksana. Pemilihan infrastruktur utama, seperti mesin pemindai dan perangkat lunak, dikirim dari pemerintah pusat. Sementara, kebutuhan unik setiap kawasan, seperti tenaga pelatih operator dan perlengkapan fisik seperti ruangan, dipersiapkan oleh masing-masing daerah. Sistem seperti ini dapat menjangkau daerah yang memiliki kesulitan transportasi dan komunikasi.

 

4. Model Sistem Informasi Sumber Daya Informasi (IRIS)

Model IRIS yang digunakan penyusun dalam menganalisa pelaksanaan program e-KTP adalah model IRIS yang ditulis dalam Daniel & Supratiwi (2005) yang dimodifikasi dari konsep IRIS McLeod & Schell tahun 2001. Pada sistem ini, terdapat istilah subsistem input dan subsistem output yang komponen-komponen didalamnya akan dijelaskan sebagai berikut.

 1. a.      Subsistem Input

Di dalam subsistem input, tedapat tiga subsistem yaitu sistem informasi enterprise yang membantu pemerintah mengetahui informasi perangkat keras yang digunakan, subsistem riset dan perencanaan sumber daya informasi yang akan mengolah hasil riset kebutuhan informasi dari departemen fungsional lain, dan subsistem intelijen sumber daya informasi yang mencari data pemasok hardware, software, teknologi, hingga lembaga pemasok SDM ahli komputer. Mengenai subsistem input untuk e-KTP, penulis tidak memiliki cukup data utuk dianalisa sehingga akan hanya berfokus pada analisa subsistem output.

 b.      Subsistem Output

Setelah database dibuat dari hasil analisa dan proses subsistem input, analisa kini beranjak ke subsistem output yang terdiri dari subsistem hardware, software, sumber daya manusia, serta data dan informasi.

Untuk subsistem hardware e-KTP, berdasarkan situs resminya (2011), pemerintah menempatkan perangkat yang disalurkan dari pusat untuk dilokasikan di setiap kabupaten, kecamatan, dan kelurahan. Perangkat-perangkat tersebut yaitu sebuah server untuk database dan AFIS, UPS 1000VA, harddisk eksternal untuk backup data, switch and cabling, smart card reader/writer, signature pad, retina digital scanner, dan tripod. Hingga saat ini, tahun 2012, perangkat-perangkat tersebut masih digunakan dan belum ada pertimbangan untuk mengganti maupun memindahkan perangkat apapun.

 Dalam hal subsistem software, jenis perangkat lunak yang digunakan yaitu sistem operasi Windows Server, database engine (standard edition per 5 users), aplikasi perekaman sidik jari, anti-virus client, dan anti-virus server. Hingga makalah ini dibuat, penulis belum menemukan data yang menyebutkan adanya perubahan atau penggantian perangkat  (KEMENDAGRI, 2011).

 Mengenai subsistem sumber daya manusia, program e-KTP mengerahkan tenaga lokal yang berada di daerah sebagai petugas penginput data e-KTP untuk dilatih oleh tenaga pendamping. Database seluruh daerah tersimpan dan dikelola oleh  Direktorat Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) – Kemendagri Jakarta dengan back up data/ data recovery center yang direncanakan akan ditempatkan di server teknologi informasi milik Badan Pengusahaan Batam  (Bisnis Indonesia, 2012). Sedangkan analisa mengenai penyusun dan pemelihara sistem belum dapat dituliskan karena kurangnya data mengenai poin ini.

 Yang terakhir yaitu mengenai subsistem data dan informasi. Pada program e-KTP, diketahui bahwa data yang didapatkan dari proses input dan pemrosesan data yang dilakukan di pusat layanan di daerah disimpan dalam harddisk eksternal sebagai cadangan. Bersamaan dengan itu, data juga dikirimkan ke pusat penyimpanan di Depdagri.

 4. Kelayakan Implementasi CIBS

Hingga saat ini, penulis belum menemukan studi yang meneliti kelayakan sistem informasi berbasis komputer yang dilaksanakan dalam program e-KTP. Analisa yang melihat berbagai sisi ini dapat membantu pemerintah untuk menentukan layak atau tidaknya sistem. Selain itu, studi ini juga dapat menemukan pencegahan dari potensi masalah di masa mendatang.

Lima penilaian kelayakan implementasi sistem informasi berbasis komputer yang juga dapat digunakan untuk memperbaiki sistem yang telah berjalan  (Wahyono, 2008) , yaitu: kelayakan ekonomi (echonomical feasibility), kelayakan operasi (operational feasibility), kelayakan teknik (technical feasibility), kelayakan jadwal (schedule feasibility), dan kelayakan hukum (law feasibility).

Penilaian pertama mengenai kelayakan secara ekonomi yang berkisar pada analisa biaya yang diperlukan untuk mengembangkan sistem dapat disepakati  manfaatnya. Untuk e-KTP, biaya yang dialokasikan Kemendagri sejumlah 6,3 triliun untuk dana sosialisasi  (Antara News, 2012).   Selain itu, masing-masing daerah juga harus mengalokasikan dana dengan jumlah yang dibutuhkan. Dana sebesar itu seharusnya dapat memberikan manfaat seperti yang telah dipaparkan di atas, yaitu akurasi data. Jika tujuan ini dapat dicapai, maka dapat dikatakan bahwa program e-KTP layak secara ekonomi.

Penilaian kedua yaitu kelayakan operasional yang mencakup kesepakatan semua perangkat sistem termasuk sumber daya manusia yang bersedia menjalankan sistem, kemampuan interaktifitas program komputer yang digunakan dalam sistem,  serta kualitas informasi yang dihasilkan. Dukungan elemen pemerintah pusat membuat kesepakatan sumber daya manusia pengguna sistem menjadi terpenuhi melalui penyediaan tenaga operasional. Masalah pengunaan program komputer pun diatasi dengan melaksanakan pelatihan bagi para operator. Sementara pengendalian dari pihak pemerintah pusat pun belum dilaporkan ada masalah  (KEMENDAGRI, 2011) karena yang harus dilakukan daerah adalah menyimpan database ke pusat informasi.

Penilaian ketiga yaitu kelayakan teknik yang mencakup ketersediaan teknologi di pasaran dan ketersediaan ahli. Sepertinya pemerintah memilih teknologi yang memang mudah dipergunakan dengan dipilihnya sistem operasi yang kompatibel untuk saat ini yaitu Windows 7 bagi komputer yang digunakan operator, selain perangkat lunak dan keras yang telah dipaparkan di bagian subsistem output di atas. Sementara mengenai ketersediaan ahli diatasi dengan pelatihan di lokal masing-masing wilayah.

Mengenai penilaian keempat yaitu kelayakan jadwal belum terdapat kesepakatan karena belum ada studi yang mempelajari hal ini.

Penilaian terakhir yaitu mengenai kelayakan hukum. Pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat dalam pengimplementasiannya yaitu UURI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan yang mengatur pelaksanaan program e-KTP untuk tiap daerah pelaksana. Mengenai keaslian software, pemerintah pun menggunakan perangkat lunak orisinil yang tidak diragukan validitasnya  (KEMENDAGRI, 2011).

Dari kelima penilaian kelayakan implementasi program, penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk sementara ini, hingga terdapat hasil studi yang meggugurkan, dapat dikatakan program e-KTP layak untuk diimplementasikan.

 

C.   KESIMPULAN

Pada bulan Februari 2011, KEMDAGRI meluncurkan program e-KTP yang merupakan dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional. Kelebihan program ini diantaranya adalah akurasi data kependudukan dengan  satu nomor kependudukan untuk satu orang yang tidak dapat dipalsukan maupun digandakan.  Namun, e-KTP juga memiliki kelemahan penerapan yaitu skill dan attitude para administrator yang dalam hal ini adalah pegawai pemerintahan yang ditugaskan dan penduduk itu sendiri, kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintahan yang bekerja sama dalam program ini, kurangnya pengetahuan dan keahlian menggunakan perangkat yang diperlukan, kualitas kecepatan jaringan, serta kesadaran masyarakat yang berhubungan erat dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Selain itu, proyek-proyek semacam ini yang digagas atau dikelola pemerintah juga harus mempertimbangkan tiga dimensi utama e-government yaitu government-to-citizen (G2C), government-to-government (G2G), dan government-to-business (G2B)

Mengenai strategi operasional, pemerintah penyelenggara memiliki strategi global dimana pemilihan infrastruktur utama, sementara kebutuhan unik setiap kawasan dipersiapkan oleh masih-masing daerah. Untuk subsistem output yang pertama dan kedua yaitu subsistem hardware dan software e-KTP, penulis belum menemukan data yang menyebutkan adanya perubahan atau penggantian perangkat. Data yang didapatkan dari proses input dan pemrosesan data yang dilakukan di pusat layanan di daerah, disimpan di dalam harddisk eksternal sebagai cadangan. Bersamaan dengan itu, data juga dikirimkan ke pusat penyimpanan di Depdagri. Sementara dalam subsistem SDM, program e-KTP mengerahkan tenaga lokal yang berada di daerah untuk dilatih oleh tenaga pendamping.

 

Terakhir, untuk menilai kelayakan implementasi program, dipilih lima jenis penilaian dari Wahyono (2008) yaitu kelayakan ekonomi, operasi, teknik, jadwal, dan hukum. Dari kelima penilaian kelayakan implementasi program, dapat disimpulkan untuk sementara ini, hingga terdapat hasil studi yang meggugurkan, bahwa program e-KTP layak untuk diimplementasikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alzahrani, A. (2012, July-September). Developing an Instrument for E-Public Services’ Acceptance Using Confirmatory Factor Analysis: Middle East Context. Journal of Organizational and End User Computing, 24 (3) , pp. 18-44.

Antara News. (2012, 05 22). E-ID Seems to Running Smoothly. Retrieved Agustus 26, 2012, from antaranews.com: m.antaranews.comen/news/82311/e-id-project-seems-to-be-runnning-smoothly

Badan Pusat Statistik. (2011). Pedoman Ringkas Web Diseminas Hasil SP 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Bisnis Indonesia. (2012, Juni 7). BP Batam Ikut Simpan Data Penduduk RI. Retrieved Agustus 26, 2012, from bisnis_kepri.com: http://www.bisnis-kepri.com/index.php/2012/06/bp-batam-ikut-simpan-data-penduduk-ri/

Daniel, D. R., & Supratiwi, W. (2005). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka .

Furqon, C. (2011). Modul Perkuliahan Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

KEMENDAGRI. (2011, June 12). Situs Resmi e-KTP. Retrieved Agustus 24, 2012, from http://www.e-ktp.com: http://www.e-ktp.com/category/sosialisasi-e-ktp/

Orgeron, C. P. (2011, July-September). Evaluating Citizen Adoptionand Satisfaction of E-Government. International Journal of Electronic Research, 7 (3) , pp. 57-78.

Pikiran Rakyat. (2012, Juni 13). Media Online Pikiran Rakyat . Retrieved 26 Agustus, 2012, from http://www.pikiran-rakyat.com: http://www.pikiran-rakyat.com/node/192200

Pratondo, A., & Supangkat, S. H. (2008). Sistem Informasi Pemerintah Kota/ Kabupaten sebagai Sarana Pemantauan Kesejahteraan Masyarakat. Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia. Jakarta: e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008).

Ray, S. (2011, July-September). Identifying Barriers to e-Government Services for Citizens in Developing Countries: an Explanatory Studies. International Journal of Electronic Government Research, 7 (3) , pp. 79-91.

Rifnaldi. (2011, Maret 03). KAdis Capil Padang Panjang Matangkan Persiapan Program e-KTP. Retrieved Agustus 28, 2012, from http://www.pewarta-indonesia.com: http://www.pewarta-indonesia.com/nusantara/4359-kadis-capil-padang-panjang-matangkan-persiapan-program-e-ktp.html

Wahyono, T. (2003). Kuliah Berseri Ilmu Komputer. Retrieved Agustus 24, 2012, from http://www.ilmukomputer.org: ttp://ilmukomputer.org/2008/11/25/computer-based-information-system-cbis/

Wahyono, T. (2008, 11 25). Observasi dan Studi Kelayakan Membangun CBIS. Retrieved Agustus 26, 2012, from http://www.ilmukomputer.com: Teguh 2008 http://ilmukomputer.org/2008/11/25/computer-based-information-system-cbis/ 

Satu tanggapan untuk “ANALISA PENERAPAN SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER DALAM PROGRAM E-KTP”

Tinggalkan komentar