Parenting

Persiapan Agar Anak Anteng di Majelis Ilmu

Mengajak anak ke majelis ilmu terkadang masih terasa horor bagi sebagian orangtua. Padahal sebenarnya, anak-anak punya kemampuan untuk bersikap dengan baik di tempat kajian kok. Hanya memang, perlu persiapan ekstra sebelum dan saat kajian berlangsung agar anak anteng. Simak di artikel ini yaaa, setelah curhat berikut. ^_^

‘Agar Anak Anteng’ Itu Tujuan yang Bisa Tercapai, InsyaAllah

Tapi Hati-Hati Dengan Label

Mungkin sebagai orang tua, kita sering tidak sadar melabel atau under-estimate kemampuan anak. Belum apa-apa, kita sudah berkata:

“Kalau anak saya sih ga bisa diem.”

Dan, yang lebih sedih…

“Anak saya sih nakal. Gak mungkin bisa anteng.”

Oh my… 😦 Be careful, parents. Our words are our prayers. Dulu saya sering ‘disumpahin’ ketika anak ketiga saya yang laki-laki itu lahir. Belum juga bisa jalan, sudah kena label:

“Namanya juga anak lanang.”

Terkadang ditambahkan…

“Naaah.. dapet anak laki deh. Ga mungkin bisa diem.” -____-

Seriously, Pak/ Bu. Mosok yo anak saya disumpahin gituuuu. Huhuuuuu…. Tapi, ya sudahlah. Karena saya memang baru merasakan punya anak laki-laki, saya senyum dan berdoa ajalah agar Allah mudahkan.

Agar Anak Anteng di Tempat Umum

Tempat kajian tempat umum juga kan yaaa. Nah, seperti anak-anak perempuan saya, saya persiapkan segala hal juga untuk anak laki-laki tercinta seperti yang saya pernah posting di sini . Tapi saya modifikasi sedikit, setelah beberapa penguatan dan masukan dari teman-teman serta ustadz/ ustadzah yang concern dengan pendidikan anak. Berikut hal-hal yang saya persiapkan sebelum datang ke kajian:

1. Tanyakan panitia apakah boleh membawa anak dan aturannya.

Bahagianyaaa kalau memang disediakan Children Corner. Ada juga situasi dimana panitia mengijinkan membawa anak  tapi dengan catatan ‘harus dijaga agar tidak mengganggu jamaah lain’. Nah, kalau yang begini berarti kita harus amanah. Tapi, jangan baper juga kalau ternyata panitia tidak mengijinkan. Anak-anak harus dijaga kehormatannya dan kita harus mendidik juga adab menjadi tamu yang baik melalu cara kita merespon aturan dari panitia. Jadi, clear ya.

2. Buat Perjanjian Sebelumnya Disertai Reward

Eit… tapi bukan buat menakut-nakuti lho yaaaa. Di tahap ini kita memberikan anak kesempatan untuk mengkomunikasikananak kebutuhan kita. Iyaaa… kebutuhan kita mengapa perlu hadir di tempat itu. Utarakan manfaat duduk di majelis ilmu dan bagaimana kita sangat bersyukur kalau bisa fokus sepenuhnya di majelis itu. Saya pribadi memberikan imbalan jika anak sukses duduk anteng di kajian. Jangan bayangkan reward seperti gadget lho yaaa. Cukup jajan satu macam kue, buah, atau minuman sehat sepulang dari sana, karena memang sehari-hari mereka tidak dibiasakan jajan. Kok, imbalan? Sogokan dong? Hlaah.. kan kiiiita yang perlu. Dan mereka sebenarnya punya hak untuk tidak ikut kaaan? Jadi wajar (menurut saya) jika kita berterima kasih dengan level pikir konkret yang mereka tahu: hadiah.

3. Persiapkan Cemilan dan Quiet Activities

Anak yang kenyang adalah anak yang bahagia! Well, setidaknya mereka tidak meraung kelaparan di tempat yang menuntut mereka untuk duduk sesuai tuntutan orang dewasa. Siapkan cemilan sehat dan sebisa mungkin jangan yang berkemasan. Ini supaya anak-anak ga heboh aja kresek-kresek terus tanya “Sampahnya dibuang kemana, Umi?”  yang akhirnya mempengaruhi attention span mereka. Plus, siapkan quiet activities yang mereka suka. Kalau anak-anak saya sukanya bawa mewarnai, gunting-tempel, balok (tapi bawa beberapa aja ya), puzzle, dan tablet yang sudah diisi video edukasi tanpa suara (we don’t do games ^_^).

4. Datang Lebih Awal

Buat apa? Ya, mencari posisi yang nyaman untuk anak dan dekat pintu keluar – tapi tidak menghalangi orang yang lalu lalang. Nah kan, banyak syarat lokasinya. Maka dari itu, bisa memiliki posisi yang nyaman itu penting banget. Oh iya, tambahan satu lagi mengenai posisi: pastikan dekat tembok. Hehehe. Kenapa dekat tembok? Soalnya, bisa aja terjadi satu situasi dimana kita harus meninggalkan barang-barang yang dibawa untuk menenangkan anak kita keluar. Ingat lho, kita kan harus mendidik anak menghormati hak orang lain yang datang ke kajian sekaligus menyelamatkan kehormatannya. Nah, ini berhubungan dengan poin berikutnya.

5. Siapkan Kesehatan dan Tangan yang Kuat

Bu Mierza, beneran? Buat apa? -___-“

Serius lhooo… kan kita harus siap di segala kondisi kan yaaaa. Kalau tetiba kita lihat anak kita mulai ancang-ancang menangis.. HAP… langsung gendong ke luar. Jangan tunggu sampai nangis kejeer! Perhatikan sinyal-sinyal yang diberikan anak. Setelah dia siap, masuk lagi. Mau nangis lagi? Keluar, HAP.. gendong ke luar, tenangkan, buat perjanjian, dan masuk lagi.

Kalau terjadi ketiga kalinya gimanaaaaa? Boleh lakukan ritual itu lagi atau pulang. Sangat situasional.. kan Ibu/ ayah yang tahu si anak tho? Sekuatnya ajaaa. Kalau kita punya barang-barang di dalam, yaaa.. tunggu sampai kajian selesai. Sampaikan kepada anak bahwa kita paham kalau dia ngerasa gak nyaman. Jangan dimarahi apalagi dibuat trauma. Tarik bibir dan senyuuuum.. bilang “Nanti kita coba lagi yaaaa.” Tetap tanamkan rasa cinta terhadap ruang-ruang ilmu.

Kalau anak berhasil anteng, meski setengah atau malah seperempat waktu kajian.. jangan lupaaaa apresiasi yaaa. Ini penting banget untuk membuat merasa mampu mengendalikan diri. Kalau masih belum berhasil, coba terus dan mohon kemudahan kepada Allah. Ingat.. jangan batasi kemampuan kita dan anak-anak. Bismillah.

Allah is the One who can make the impossible happen, rite? 😉

Jadi… yuuuuk, kita biasakan mendudukan anak di majelis-majelis ilmu.

My Reflection, Parenting

“Anaknya Anteng, ya.” Tips Membawa Anak ke Tempat Umum

“Ih, kok anteng ya?” Biasanya, pertanyaan itu yang terlontar ketika  saya membawa salah satu atau salah tiga dari anak saya ヾ(*´∀`*)ノ.

Sebenarnya,  itu adalah jawaban, rahmat, dan kasih sayang Allah ketika saya galau bertanya “Apakah bisa kesana kemari dengan tiga anak kecuyungun?”.  Alhamdulillah, itulah doa yang dikabulkan dan diiringi ikhtiar tentunya.

Sedih memang melihat kenyataan di dunia sekarang ini yang semakin tidak sabar dan tidak ramah dengan anak kecil. Jangankan tempat resmi, bahkan di institusi pendidikan yang kliennya anak – anak pun bisa lebih bengis dan diskriminatif terhadap perempuan yang bawa anak kemana-mana seperti saya. Maka dari itu, saya yang perlu wara wiri pun harus mampu bersiasat.

Alhamdulillah, akhirnya saya dapat formula yang bisa saya terapkan kepada anak sulung (8th), anak tengah (4th), maupun anak bungsu saya (2bln). Mereka sudah bisa dibawa rapat atau pertemuan yang beberapa jam…

image

Daurah dua hari yang berturut -turut dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore bersama dua bocah (waktu itu si bayi belum ada)

image

Sampai ikut pelatihan montessori pagi sampai sore selama 4 hari berturut – turut.

image

Alhasil Debay pun jadi cerewet setelah pelatihan.. hehehe…

Kalau saat memberikan pelatihan atau mengajar, debay kecuyungun masuk babywrap deh…

image

Nah, sekarang kita masuk ke how-to. Inilah yang kami lakukan setelah meminta bantuan Allah Azza wa Jalla untuk membuat anak-anak kami anteng di tempat umum:

1. Minta ijin yang mengundang. Lha, ini adabnya. Mosok kita mau maksa tuan rumah. Lagipula, dari pengalaman, bayi/ anak bisa merasakan lho orang dewasa yang suka (dan tidak suka) anak kecil.

2. Ajak bicara sebelumnya . Ini juga berlaku untuk bayi lho. Kalau kami sudah sounding dari malam sebelumnya sampai saat turun dari kendaraan. Komunikasikan apa yang mau kita lakukan, apa yang kita harapkan, sampai apa yang bisa terjadi kalau si anak tidak berlaku sesuai harapan (tapi bukan ancaman lho, ya). Kalau saya berbicara seperti ini, “Sayang, besok Ummi akan ajak kamu ke…. . Disana Ummi akan (melakukan apa). Kamu yang anteng ya sayang. Kalau mau bicara bisik-bisik ya. ” Kalau kepada si balita dan anak sulung, saya ajak ngobrol deh. ‘Kelakuan’ anak balita akan kita bahas bersama ceritanya hehe. Misalnya, saya akan bertanya begini, “Kalau kamu jalan-jalan, om tante yang ada disana akan merasa apa ya?” Teruus digali sampai dia mengeluarkan kata yang kita mau, yaitu “terganggu”. Heheh… modus. Bahkan kita pun bisa memberi tahu konsekuensinya (bukan ancaman lho ya) jika mereka tidak berlaku sesuai harapan. Maksudnya, konsekuensi itu juga menimpa orangtuanya *efek dramatisasi*.

3. Know your children. Ini penting karena anak masih pada tahap pemenuhan insting. Jangan harapkan anak berlaku baik ketika keinginan dasar mereka tidak terpenuhi. Contohnya anak sulungku. Dia bisa anteng di tempat asing kalau dibekali (atau dibelikan) buku yang banyak. Anak tengahku doyan ngemil, jadi tahulah apa yang harus dibawa.
Dia juga hobi membawa mainan kemana -mana. Kalau si bungsu ya pastikan si emak dan stok Abinya tersedia, hehe.

4. Beri hadiah jika mereka berhasil sabar . Yup, reward ini diberikan untuk kesabaran mereka berada di tempat yang ‘tidak seharusnya ‘ dalam waktu lama. Ini akan lebih efektif kalau orangtua jarang memberi hadiah. Untuk hal rutin yang berhasil mereka lakukan, saya memberi reward vertikal seperti ucapan barakallahu fiik, masyaAllah, Ummi bangga banget, dan sebagainya. Pemberian hadiah itu akan menjadi spesial ketika mereka melakukan hal yang menyenangkan orangtua. Ini, menurut saya, melatih birrul walidain lho…

5. Konsistensi. Nah, ini yang paling penting dan paling sulit, apalagi untuk orang tua yang tidak tega melihat anak menangis. Ingat lho, setiap yang kita lakukan akan dipelajari anak. Misalkan, ketika kita sudah menyampaikan konsekuensi kalau kita harus meninggalkan acara, yaaa harus kita lakukan. Demikian pula dengan pemberian hadiah.

Anak-anak itu belajar dari pola yang kita lakukan. Memang terkadang things didn’t go the way we wanted . Kalau itu, ingat yang nomor 4: konsistensi , plus stay cool, calm, and confident . Jika kita terus konsisten, mereka akan mempelajari dan melakukan,
sesuai ‘skenario ‘, insyaAllah. Dan lama-lama semuanya akan jadi lebih mudah karena routine dan prosedur yang kita ikuti dari awal.

Jadi, siapa takut tetap menjadi Ibu di saat kita dituntut profesional?

(*^▽^)/